Selasa, 25 Maret 2014

iServe



Filipi 2: 1-4:
Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Melayani berarti menambahkan nilai untuk orang lain, menaruh orang lain di posisi utama. If we love God. We love each others. If we love each others, we serve.
Ada beberapa prinsip dalam melayani:

1.       Availability, not ability.
Tuhan mampu menggunakan apapun yang ada di dalam kita untuk membuat Ia dimuliakan. Ketersediaan kita melayani membuat orang dapat mengalami berkat. God doesn’t call the qualified, He qualify the called.

2.       Antidote for ego.
Melayani adalah penangkal yang ampuh untuk ego. Melayani mengajarkan penundukan diri. Try this: "my name is Lia, and I am a servant :)"
If the way up is go down, how low can you go?

3.       Commitment beyond envolvement
(ibrani 12: 1-4)
Komitmen lebih dari keterlibatan. Melayani tidak hanya terlibat dalam satu waktu atau satu kegiatan, namun lebih dari itu, melayani berarti memiliki komitmen untuk memberikan lebih, melakukannya dengan tekun hingga akhir, tanpa berputus asa.

4.       Small is the new big.
Jalan untuk memimpin adalah melayani. Bagi yang telah terlibat dalam pelayanan, mari kita cek ulang, apakah pelayanan kita masih semurni dulu?
The greater we become, the greater servant we should be.

Last but not least, lets we start to serve with this simple sentence:
“Yes, Lord. Here I am, use me. Send me”.

God bless you :) 


*Ringkasan dari kotbah  Alvin Rajagukguk

Senin, 24 Maret 2014

The Power to Speak Faith

Syalom, 

Kali ini saya akan membagikan apa yang saya dapat dari ibadah raya beberapa waktu lalu. Kotbahnya berjudul The Power to speak faith. Selamat membaca 
The Power to Speak Faith
Cara bicara seseorang biasanya akan menunjukkan keadaan hubungan interpersonal orang tersebut. 
Sekarang ini, sangat banyak orang yang menggunakan perkataan yang menyakitkan, melemahkan, bahkan memojokkan orang lain. Words hurt. Don’t be a part of that!
Yesus yang ada di dalam kita membuat kita memiliki kuasa untuk berbicara di dalam iman (Bil 14: 28). Berikut ini adalah beberapa contoh tokoh yang diberi power to speak:
1.       Musa: berbicara kepada Firaun
2.       Yosua: berbicara kepada matahari
3.       Daud:  berbicara kepada Goliat
4.       Elia: berbicara kepada janda Sarfat.

Nama-nama di atas menjadi sejarah, powerfull history, now, who’s the next history maker? US! Kita dianugerahi bukan hanya kemampuan untuk ‘berbicara tentang’ namun juga ‘berbicara kepada’. Bukan membicarakan problem, tapi solusi.
Winners see possibility, losers see problems
Berbicara dengan iman adalah sebuah gaya hidup, bukan peristiwa. It’s a life style, not an event. 

Terkadang kita masih ‘setengah-setengah’ untuk menjadikan berbicara iman sebagai gaya hidup. Kita masih berbicara iman tergantung apa yang sedang kita alami saat itu. Ada beberapa orang yang imannya melemah saat dihadapkan dengan pencobaan, dan ada juga yang sebaliknya. Ada orang yang imannya melemah justru ketika ia melihat banyak kemungkinan yang menurutnya bias ia kerjakan sendiri tanpa campur Tuhan. 

Mari kita lihat kisah Yairus (Mrk 5:21-43), ia seorang kepala rumah ibadat yang telah banyak mendengar tentang apa yang dilakukan Yesus, saat Yesus dating, imannya meningkat dan meminta pertolongan kepada Tuhan (ay 23). Di tengah perjalanan, jubah Yesus dijamah oleh perempuan yang sakit pendarahan, saat itu juga perempuan itu sembuh (ay27-29) melihat peristiwa itu, semakin kuatlah iman yairus. Namun coba kita perhatikan ayat yang ke 35, saat ia mendengar anaknya telah mati. Saat itu iman Yairus ngedrop kembali, mungkin ia mulai ragu, Yesus bisa menyembuhkan, apa mungkin Ia juga bisa membangkitkan? Oleh karena itulah Yesus berkata kepadanya ‘Jangan takut, percaya saja’ (ay36).

Seringkali kita masih seperti Yairus, memiliki masa ‘naik-turun’ kadar imannya. Namun, mari kita selalu belajar untuk beriman dalam saat seperti apapun juga, tidak tergantung dengan persitiwa, karena apapun yang kita alami, baik atau buruk, semua itu telah Tuhan tetapkan sesuai dengan kemampuan kita (1 Kor 10:13) dan semuanya itu untuk kebaikan kita.
Tuhan Memberkati

*repost from old blog: friskilia.blogspot.com

Sepenggal Catatan Rindu untuk Tuhanku

Ingin kembali menyanyi.. Menyanyi untukNya...
Ingin kembali menari.. Menari untukNya...
Ingin kembali menulis.. Menulis untukNya...
Ingin kembali bersajak... Bersajak untukNya...
Ingin kembali berkreasi... Berkreasi untukNya...
Ingin kembali berlari... Berlari untukNya...
Ingin kembali bercerita... Bercerita untukNya...
Ingin kembali memetik gitar...memetik gitar untukNya.
Banyak hal yang ingin kulakukan lagi... Kulakukan untukNya...
Mengingatkanku betapa banyak kisah yang kulewatkan denganNya
Kembali... Aku hanya ingin kembali padaNya..
Kembali bernyanyi bersamaNya...
Kembali menari bersamaNya...
Kembali menulis denganNya...
Kembali melakukan semua hal dengan dan untukNya...
Kapan? Aku sudah terlalu lelah merasa bisa sendiri..
Aku merinduNya.. Sangat merinduNya...
Dia pasti jauh lebih merindukanku kembali padaNya...
Ini aku... Aku kembali.. Kembali melakukan apapun dalam namaMu.. 
Apapun untukMu... 
Aku kembali...

Kisah Yunus

02-04-2011
Catatan renungan pribadi, repost from old blog: friskilia.blogspot.com.
Yunus 1-3
Suatu pagi, aku terbangun dengan menangis. Banyak masalah yang muncul dan menghujamku bertubi-tubi, tanpa ampun. Tidak kuat rasanya. Sering terungkap pikiran-pikiran bodoh untuk mengambil jalan pintas untuk keluar dari semua ini. Ingin rasanya melarikan diri sejauh mungkin dari keadaan ini. Tertekan? Ya. Putus asa? Tentu. Frustasi? Depresi? Jadi keseharianku.
Doa-doa ku serasa kering, hidupku menjadi hampa, there’s nothing feels alright.
Semakin hari semakin ingin melarikan diri. Sampai pagi itu, aku teringat tentang kisah Yunus. Yunus yang diperintahkan Tuhan ke Niniwe. Namun, apa yang Yunus lakukan? Ia melarikan diri, ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan. Ia melarikan diri dari panggilan-Nya. Apa yang terjadi kemudian? Tuhan mengirimkan angin ribut ke laut, terjadi badai besar, yang kemudian membuat Yunus dilempar ke laut. Masuk ke perut ikan. Suatu keadaan yang sangat tidak menyenangkan. Selama di perut ikan, Yunus menyadari semuanya, dan memilih kembali berdoa dan mengucap syukur pada Tuhan. Tuhan memang maha baik, Ia memerintahkan ikan untuk memuntahkan Yunus ke darat. Lantas, setelah proses penderitaan panjang yang berujung dengan pertobatan Yunus dan pengampunan Tuhan, apakah kemudian Yunus bisa ke Tarsis? Ke tujuannya? Tidak. Dia tetap diperintahkan ke Niniwe, tujuan Tuhan yang mula-mula.
Rhema yang saya dapat dari kisah ini yaitu, apapun yang kita lakukan, apapun respon kita terhadap kehendak Tuhan, entah itu respon baik, maupun respon penolakan, pada akhirnya tujuan Tuhan akan tetap tercapai. Hanya saja, saat kita melarikan diri dari jalur Tuhan, jalan yang kita tempuh untuk mencapai tujuan itu akan jauh lebih berat dan tidak menyenangkan. Saat kita tidak bisa diajari dengan kelemahlembutan, Tuhan akan mengajari kita dengan ketegasan dan cambuk api.
Hal ini menguatkan saya untuk tetap bertahan, mencari apa maksud Tuhan dari semua yang telah saya alami. Berharap agar saya mengetahui apa yang menjadi kehendaknya. Menguatkan hati untuk setia di jalan Tuhan. Agar pada akhirnya tujuan-Nya terhadap saya tercapai. Tercapai tanpa harus melewati segala hal menyakitkan hanya karena saya tidak patuh dan berusaha melarikan diri.
How about you?
Apa saat ini juga ada di kondisi seperti saya? Tidak kuat lagi? Ingin melarikan diri?
Pikirkan kembali berpuluh-puluh kali. Cari tahu kehendak-Nya.
Mari saling mendoakan dan menguatkan hati.  
GBU
 

Tempat Mengungkap yang Tak Terucap Template by Ipietoon Cute Blog Design