Ceritanya beberapa waktu lalu saya berencana buka tabungan baru dengan harapan bisa mengatur keuangan dengan lebih baik #tsaah. Karena niat buka tabungannya untuk menabung dalam arti sebenarnya, saya mulai mencari informasi beberapa bank yang memberikan keuntungan dan kemudahan untuk rencana tabungan minim transaksi ini. Pertama saya mencoba bertanya ke salah satu bank yang sebelumnya menjadi tempat saya menabung mengenai penggantian atm yang hilang dan nomor rekening yang lupa saya catat (tabungannya kebetulan bookless). Syaratnya untuk mengganti atm tsb sebenarnya standar, cukup bawa ktp dan surat hilang ke kantor cabang terdekat, nanti akan diusahakan. Mengingat waktu saya yang terbatas untuk digunakan di jam kantor, saya jadi agak malas mengurus sesuatu yang belum pasti ada hasilnya. Akhirnya saya memutuskan untuk pindah bank. Pilihan kedua jatuh pada bank besar nan terkenal yang kebetulan kantornya dekat dengan kantor saya. Sayangnya, ketika sampai disana, karyawannya menginfokan bahwa untuk pembukaan rekening baru belum semuanya bisa karena kartu ATM nya habis. Iya, habis. Saya diminta untuk kembali di satu atau dua hari ke depan. Karena sudah terlanjur disana, saya sekalian bertanya mengenai keuntungan dan keterbatasan masing-masing produk tabungan. Diantara semua fasilitas dan batas yang diinfokan, belum ada yang sesuai dengan kebutuhan saya. Produk yang dibanggakan sebagai produk paling mudah, murah, dan praktis ternyata memiliki banyak keterbatasan. Ada rupa ada harga memang 😂. Setelah informasi saya anggap cukup, saya memutuskan untuk kembali beberapa hari lagi dan membuka tabungan reguler saja. Jaga-jaga jika ATM dibutuhkan dalam keadaan mendesak.
Waktu berlalu, kesibukan saya membuat saya tidak sempat untuk membuka rekening baru yang sudah saya rencanakan. Membuka rekening sudah tidak lagi menjadi prioritas. Hingga hari ini. ini. Hari ini saya menemani seorang teman untuk berbelanja di sebuah pusat peebelanjaan. Ketika masuk ke salah satu shopping spot, kami diberikan flyer mengenai bentuk baru dari sebuah tabungan. Produk ini sudah cukup saya kenal dari media sosial yang saya miliki. Tawaran dari salesnya membuat saya teringat rencana untuk membuka tabungan. Ketika saya tanyakan persyaratannya apa saja dan harus datang kemana, dia langsung membeberkan betapa mudahnya pembuatan rekening tsb, bisa langsung jadi di tempat, cukup bawa ktp. Kamipun diajak ke stand kecil yang hanya terdiri dari beberapa kursi, satu meja, dan satu layar berisi iklan produk tersebut. Pembuatan rekeningnya cukup mudah, tidak banyak form yang harus diisi, cukup menginput beberapa data di aplikasi yang sudah didownload sebelumnya. Teman saya yang kebetulan pernah punya rekening namun sudah pasif juga dibantu dengan sangat cepat prosesnya. Tidak ada antrian panjang seperti di bank umum, tidak ada keribetan birokrasi harus ada syarat abcde, produk yang ditawarkan juga memiliki banyak fasilitas yang menurut saya customer friendly. Singkat cerita, dalam waktu tidak sampai setengah jam, saya sudah memiliki rekening baru lengkap dengan ATM dan bonus member card di toko kopi kekinian berisi voucher seratus ribu rupiah karena langsung isi saldo pada saat membuka rekening. ATM juga langsung bisa digunakan tanpa harus menunggu beberapa jam seperti pengalaman saya sebelum-sebelumnya. Sebagai pengguna baru, terus terang saya puas sekali.
Pengalaman tersebut di atas membuat saya berpikir cukup panjang mengenai betapa harus gesitnya kita sebagai penjual barang dan jasa. Tidak ada yang salah dari dua bank
sebelumnya, namun karena ada yang bisa menawarkan sesuatu lebih cepat dan dan mudah, lebih murah, dan lebih menjawab kebutuhan, mereka setidaknya sudah kehilangan satu pelanggan. Hal ini juga sangat mungkin terjadi di sektor lainnya. Termasuk di sektor pekerjaan saya sebagai recruiter, berapa banyak kandidat dengan kualitas bagus akhirnya lepas hanya karena kita terlalu lambat, terlalu ribet, atau terlalu membutuhkan effort besar bagi sang kandidat untuk menghadiri tahapan demi tahapan dalam rekrutmen. Di era yang sudah serba cepat serba ringkas ini, ada baiknya kita menyegerakan diri untuk ikut mempermudah, mempermurah, dan memprioritaskan kebutuhan konsumen dengan tetap menjaga kualitas dari produk masing-masing. Tidak dilakukan dengan membabi buta, namun dilakukan dengan mengetahui apa yang sebenarnya sedang dibutuhkan, apa yang bisa dilakukan, apa yang harus diperjuangkan, apa resiko yang harus dimitigasi, dan last but not least, deadline mengenai kapan rencana tersebut bisa dieksekusi. Ide yang ada perlu dilempar dulu ke customer untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki, apa yang perlu dicermati untuk membuat produk bisa diimplementasi. Semacam alpha test dan beta test. Mulai bangun ekosistem menuju cara baru, hingga nantinya cara baru bisa berjalan menjadi cara yang reguler. Penerapan PDCA-E berulang akan membuat kita terbiasa untuk melakukan perbaikan, bahkan mengubah rutinitas dengan sesuatu yang baru yang lebih cocok untuk kondisi saat itu. Belajar agile kalau kata orang sekarang. A challenge to make it real. How to make our product faster, better, cheaper than others. Sepertinya besok ada briefing khusus untuk tim 😁.
Sebuah pencerahan yang mengusik adrenalin dari zona nyaman.