Sabtu, 07 Juli 2018

Konsumen dan Pilihannya

#Liapunyacerita

Ceritanya beberapa waktu lalu saya berencana buka tabungan baru dengan harapan bisa mengatur keuangan dengan lebih baik #tsaah. Karena niat buka tabungannya untuk menabung dalam arti sebenarnya, saya mulai mencari informasi beberapa bank yang memberikan keuntungan dan kemudahan untuk rencana tabungan minim transaksi ini. Pertama saya mencoba bertanya ke salah satu bank yang sebelumnya menjadi tempat saya menabung mengenai penggantian atm yang hilang dan nomor rekening yang lupa saya catat (tabungannya kebetulan bookless). Syaratnya untuk mengganti atm tsb sebenarnya standar, cukup bawa ktp dan surat hilang ke kantor cabang terdekat, nanti akan diusahakan. Mengingat waktu saya yang terbatas untuk digunakan di jam kantor, saya jadi agak malas mengurus sesuatu yang belum pasti ada hasilnya. Akhirnya saya memutuskan untuk pindah bank. Pilihan kedua jatuh pada bank besar nan terkenal yang kebetulan kantornya dekat dengan kantor saya. Sayangnya, ketika sampai disana, karyawannya menginfokan bahwa untuk pembukaan rekening baru belum semuanya bisa karena kartu ATM nya habis. Iya, habis. Saya diminta untuk kembali di satu atau dua hari ke depan. Karena sudah terlanjur disana, saya sekalian bertanya mengenai keuntungan dan keterbatasan masing-masing produk tabungan. Diantara semua fasilitas dan batas yang diinfokan, belum ada yang sesuai dengan kebutuhan saya. Produk yang dibanggakan sebagai produk paling mudah, murah, dan praktis ternyata memiliki banyak keterbatasan. Ada rupa ada harga memang 😂. Setelah informasi saya anggap cukup, saya memutuskan untuk kembali beberapa hari lagi dan membuka tabungan reguler saja. Jaga-jaga jika ATM dibutuhkan dalam keadaan mendesak. 

Waktu berlalu, kesibukan saya membuat saya tidak sempat untuk membuka rekening baru yang sudah saya rencanakan. Membuka rekening sudah tidak lagi menjadi prioritas. Hingga hari ini. ini. Hari ini saya menemani seorang teman untuk berbelanja di sebuah pusat peebelanjaan. Ketika masuk ke salah satu shopping spot, kami diberikan flyer mengenai bentuk baru dari sebuah tabungan. Produk ini sudah cukup saya kenal dari media sosial yang saya miliki. Tawaran dari salesnya membuat saya teringat rencana untuk membuka tabungan. Ketika saya tanyakan persyaratannya apa saja dan harus datang kemana, dia langsung membeberkan betapa mudahnya pembuatan rekening tsb, bisa langsung jadi di tempat, cukup bawa ktp. Kamipun diajak ke stand kecil yang  hanya terdiri dari beberapa kursi, satu  meja, dan satu layar berisi iklan produk tersebut. Pembuatan rekeningnya cukup mudah, tidak banyak form yang harus diisi, cukup menginput beberapa data di aplikasi yang sudah didownload sebelumnya. Teman saya yang kebetulan pernah punya rekening namun sudah pasif juga dibantu dengan sangat cepat prosesnya. Tidak ada antrian panjang seperti di bank umum, tidak ada keribetan birokrasi harus ada syarat abcde, produk yang ditawarkan juga memiliki banyak fasilitas yang menurut saya customer friendly. Singkat cerita, dalam waktu tidak sampai setengah jam, saya sudah memiliki rekening baru lengkap dengan ATM dan bonus member card di toko kopi kekinian berisi voucher seratus ribu rupiah karena langsung isi saldo pada saat membuka rekening. ATM juga langsung bisa digunakan tanpa harus menunggu beberapa jam seperti pengalaman saya sebelum-sebelumnya. Sebagai pengguna baru, terus terang saya puas sekali. 

Pengalaman tersebut di atas membuat saya berpikir cukup panjang mengenai betapa harus gesitnya kita sebagai penjual barang dan jasa. Tidak ada yang salah dari dua bank
sebelumnya, namun karena ada yang bisa menawarkan sesuatu lebih cepat dan dan mudah, lebih murah, dan lebih menjawab kebutuhan, mereka setidaknya sudah kehilangan satu pelanggan. Hal ini juga sangat mungkin terjadi di sektor lainnya. Termasuk di sektor pekerjaan saya sebagai recruiter, berapa banyak kandidat dengan kualitas bagus akhirnya lepas hanya karena kita terlalu lambat, terlalu ribet, atau terlalu membutuhkan effort besar bagi sang kandidat untuk menghadiri tahapan demi tahapan dalam rekrutmen. Di era yang sudah serba cepat serba ringkas ini, ada baiknya kita menyegerakan diri untuk ikut mempermudah, mempermurah, dan memprioritaskan kebutuhan konsumen dengan tetap menjaga kualitas dari produk masing-masing. Tidak dilakukan dengan membabi buta, namun dilakukan dengan mengetahui apa yang sebenarnya sedang dibutuhkan, apa yang bisa dilakukan, apa yang harus diperjuangkan, apa resiko yang harus dimitigasi, dan last but not least, deadline mengenai kapan rencana tersebut bisa dieksekusi. Ide yang ada perlu dilempar dulu ke customer untuk mengetahui apa yang perlu diperbaiki, apa yang perlu dicermati untuk membuat produk bisa diimplementasi. Semacam alpha test dan beta test. Mulai bangun ekosistem menuju cara baru, hingga nantinya cara baru bisa berjalan menjadi cara yang reguler. Penerapan PDCA-E berulang akan membuat kita terbiasa untuk melakukan perbaikan, bahkan mengubah rutinitas dengan sesuatu yang baru yang lebih cocok untuk kondisi saat itu. Belajar agile kalau kata orang sekarang. A challenge to make it real. How to make our product faster, better, cheaper than others. Sepertinya besok ada briefing khusus untuk tim 😁.

Sebuah pencerahan yang mengusik adrenalin dari zona nyaman.

Rabu, 20 Juni 2018

Music & Lyrics

Music & Lyrics (2007) bercerita tentang Alex (Hugh Grant), bintang pop era 1980-an yang berkibar lewat band-nya yang bernama Pop. Lima belas tahun kemudian, Alex tergusur ke pinggiran. Ia tampil hanya di taman hiburan, karnaval lokal, dan reuni SMA.

Ia mendapat kesempatan untuk kembali bangkit saat diminta Cora (Haley Bennett), bintang baru masa kini, untuk menulis satu lagu buat album terbaru Cora di mana keduanya nanti akan tampil duet. Namun, ia mengalami kendala karena ia tidak bisa menciptakan lirik lagu. Setelah berusaha sendiri dan gagal, akhirnya Alex memutuskan untuk mencari partner untuk diajak bekerja sama. Sempat bingung mencari penulis lirik, Alex akhirnya tertolong oleh Sophie (Drew Barrymore), wanita yang merawat tanam-tanaman di rumah Alex, yang ternyata pintar menulis puisi dan syair lagu. Mereka berdua membuat lagu untuk Cora, yang seperti permintaan Cora diberi judul Way Back into Love. Lagu itu ternyata cocok buat Cora, dan akhirnya dimasukkan ke dalam album terbaru Cora.

Drama perselisihan terjadi saat proses penyelesaian lagu tersebut. Dimana Alex dan Sophie mulai mengedepankan ego masing-masing saat penciptaan lagu. Kata Alex, musik (irama) adalah yang terpenting, karena lirik bisa bercerita apa aja dan tinggal mengikuti irama. Tapi kata Sophie, lirik lah yang paling penting, karena di situ tersimpan makna pesan sesungguhnya yang hendak disampaikan sang seniman. Musik mirip wajah cantik dan seorang wanita, sedang lirik adalah inner beauty-nya yang berupa kecerdasan, kebaikan hati, sifat keibuan, etc. perselisihan ini berbuntut panjang yang menyebabkan mereka bertengkar. Pertengkaran tersebut akhirnya mengabaikan penyelesaian bait terakhir lagu yang sedang diciptakan.

Ada adegan yang berkesan saat Cora menggelar konser dan menghadirkan Alex sebagai bintang tamu. Cora mengatakan bahwa Alex akan membawakan lagu karya dia sendiri. Mendengar itu Sophie jadi down dan memutuskan untuk pergi karena mengira Alex mengambil seluruh kredit penulisan lagu Way Back into Love untuk dirinya sendiri dan melupakannya. Kepercayaan Sophie ke Alex menjadi hilang. Namun ketika Sophie sudah dekat dengan pintu keluar, ia mendengar lagu yang berbeda. Ternyata yang dibawakan bukan Way Back into Love, melainkan lagu ciptaan Alex yang lain: Don’t Write Me Off. Liriknya bercerita tentang bagaimana Sophie mengubah hidup Alex, dari “1980s Has Been” yang tumpul menjadi seniman yang kembali menemukan keberanian dan skill-nya untuk menulis lagu. Sophie berurai air mata saat mencermati sepotong demi sepotong lirik yang disampaikan Alex.

Akhirnya Sophie memutuskan untuk menemui Alex dan melakukan rekonsiliasi. Kini mereka sepakat, ketika musik bertemu lirik yang tepat, barulah sebuah lagu yang indah bisa diciptakan. Dengan kesepakatan tersebut, terciptalah bait terakhir yang membuat lagu tersebut akhirnya selesai dan dapat dirilis.

Moral of the story: Setiap bagian kecil dari sebuah sistem, meski seolah nampak tidak berarti, adalah penting bagi berfungsinya seluruh sistem. Ego masing-masing individu hanya akan menghambat sistem dalam memberikan hasil yang terbaik. Selain itu, kerjasama yang baik tidak hanya dapat menghasilkan sesuatu yang baik, tetapi juga dapat mengubah individu yang terlibat didalamnya menjadi seseorang yang lebih baik.
 

Tempat Mengungkap yang Tak Terucap Template by Ipietoon Cute Blog Design