pic from google |
Hari ini saya membawa sampah dari
rumah menuju ke TPA (tempat pembuangan akhir) yang tidak begitu jauh dari
rumah. Seperti TPA pada umumnya, aroma yang menyebar di sekitaran TPA sangat
tidak menyenangkan. Mungkin karena berbagai macam campuran makanan basi yang
sudah mulai terurai berkumpul disana. Saya sesegera mungkin membuang sampah
yang saya bawa dan berlalu meninggalkan TPA tersebut. Setelah berjarak beberapa
meter baru saya menghirup udara segar kembali. Aroma menyengat hilang diganti
dengan aroma embun pagi. Saya senang bisa terlepas dari bau yang tidak sedap
dengan segera. Membawa sampah atau berada di sekitar sampah memang bukan hal
yang menyenangkan. Oleh karena itu sampah harus dengan rutin dibuang agar tidak
mencemari rumah atau lingkungan sekitar kita. Tidak ada yang nyaman dengan bau
yang dikeluarkan oleh sampah yang lama tersimpan, bukan? Tidak hanya itu,
sampah sisa makanan yang terlalu lama bisa menimbulkan kuman, mengundang lalat,
dan menciptakan penyakit.
Ironisnya, banyak dari kita yang
baik secara sadar maupun tidak sadar menyimpan ‘sampah’ di dalam diri kita. Baik
sampah dalam perut maupun sampah dalam hati. Kali ini saya hanya akan fokus ke ‘sampah’
hati. Seringkali kita membawa sampah-sampah hati berbentuk dendam, kebencian, rasa
kecewa, rasa takut yang berlebihan, iri hati, keluh kesah, dan lain-lain. Bahkan
tidak jarang ada sampah yang sudah tersimpan bertahun-tahun sehingga
menimbulkan penyakit bernama kepahitan. Semakin lama kita menyimpan sampah
tersebut, maka semakin tercium aroma tidak sedap melalui prilaku kita. Semakin
terlihat melalui tindakan kita yang ‘sakit’. Hati yang dipenuhi hal-hal negatif
akan mempengaruhi pikiran menjadi negatif, akan terlihat dari prilaku negatif
yang dilakukan. Apa yang keluar dari mulut, berasal dari hati. Hati yang pahit
akan mengeluarkan kata-kata negatif, mudah marah, insecure, penuh curiga, antipati,
atau hal lain yang menggerus kebahagiaan kita dan orang di sekitar kita. Tidak
jarang saya temukan orang yang begitu keras ternyata memiliki kisah pahit di
masa lalu yang belum selesai. Beberapa orang lain berbalik 180 derajat dari
pelayanannya menjadi orang yang penuh kebencian karena rasa kecewa yang teramat
dalam. Mereka menyimpannya di dalam hati. Mereka tidak sadar telah menimbun
sampah di hati. Apa yang menyenangkan dari membawa sampah itu sehingga banyak
orang yang merasa ‘sayang’ untuk membuangnya?
Saya juga seorang manusia biasa
yang pernah mengalami sakit hati, pernah mengalami penolakan yang menyakitkan,
juga pernah dirundung rasa kecewa yang teramat dalam. Saya dulu
juga menjadi salah satu orang di atas yang gemar membawa ‘sampah’. ‘Sampah’
tersebut saya gunakan sebagai pembenaran untuk menghakimi orang yang telah
menyakiti saya. Saya begini karena kamu, saya jadi seperti ini karena kalian,
kalian yang menyebabkan semuanya, suatu saat kalian akan menyesalinya, dan banyak
kalimat menghakimi yang lain. Secara tidak sadar saya gunakan itu untuk memberi
makan kuman yang mulai muncul dari
sampah yang saya pendam dalam hati. Membuat kepahitan menjadi sangat subur
bertumbuh di hati, mempengaruhi kehidupan saya. Semakin saya menghakimi,
semakin saya terluka, semakin saya tidak sejahtera. Tidak ada yang menyenangkan
dari hidup yang penuh kepahitan.
Saya bersyukur teman-teman saya
saat itu ada yang masih bertahan untuk membantu saya meski mereka tidak nyaman
dengan ‘aroma busuk kepahitan’ yang selalu bersama saya. Saya bersyukur saat
itu Tuhan tidak berbalik menjauhi saya sama sekali. Ia tetap mengasihi saya.
Dengan berbagai cara-Nya saya diajari tentang betapa Ia mengasihi saya. Dia
menunjukkan bahwa kasih-Nya saja sudah cukup untuk saya. Christ alone was
enough. Kasih yang Ia berikan mengajarkan saya untuk mengampuni. Karena hanya
itu satu-satunya cara untuk mengeluarkan sampah dari dalam hati saya.
Pengampunan mematikan akar pahit. Pengampunan membawa pemulihan. Bukan hal yang
mudah, namun tidak ada yang mustahil di dalam Tuhan, bukan? kehidupan saya jauh
lebih terasa ringan untuk dilalui setelah sampah-sampah tersebut dibuang pada
tempatnya. Ruangan yang dulu berbau busuk dan menjadi sarang kuman di hati,
kini dipenuhi oleh kasih Tuhan. Saat ini bukan berarti saya tidak pernah
dikecewakan lagi, atau tidak pernah disakiti lagi. Selama masih menjadi makhluk
sosial yang bersinggungan di sana-sini, kondisi tidak menyenangkan itu akan
selalu ada. Bedanya, sampah-sampah tersebut tidak pernah berada lama di dalam
hati. Selalu segera dibuang. Jika sulit, segera minta pertolongan Tuhan. Kasih
dan pengampunan-Nya mengubah banyak hal dalam hidup saya. Kasih yang sama juga
bisa mengubah banyak hal dalam hidup anda.
Buanglah sampah hati anda pada
tempatnya. Try to forgive, because you deserve to be happy :)