Senin, 27 Oktober 2014

Samuel's Journey to Find a King



Kali ini saya akan bercerita sedikit mengenai hasil perenungan mengenai nabi Samuel.

Bacaan: 1 Samuel 16:1-10

Kita semua tahu bahwa nabi Samuel adalah nabi yang diutus Tuhan untuk mengurapi raja. Dia hanya tahu bahwa tugasnya adalah mengurapi raja, tanpa tahu siapa yang akan dia urapi. Untuk mengurapi raja, ia harus menempuh perjalanan jauh dan berbahaya (Samuel berangkat dari Rama ke Betlehem, kalau cek di google jaraknya sekitar 9338.5 km dan waktu itu belum ada mobil atau pesawat ya teman-teman). Meskipun perintah yang ia terima berat, ia tetap optimis karena ia tahu bahwa tugasnya mulia.
Setelah perjalanan panjang, akhirnya ia berhasil menemui Isai, orang tua dari calon raja. Ketika dia tahu anaknya Isai keren-keren, Samuel senang. “ Yes! My mission will accomplished soon!” pikirnya. Saking semangatnya, Samuel jadi terobsesi dengan sosok raja dalam bayangannya. Tegap, gagah, beribawa, dan berpengalaman. But, what happen next?

Selasa, 02 September 2014

NYAMANLAH JIWAKU


Syair: Horatio G. Spafford, 187
                                                                                                                           Lagu: Philip P. Bliss, 1876

Ketika hidupku sentosa teduh,
Ataupun sengsara penuh,
Di dalam kasihMu ku tinggal teguh,
Nyamanlah, nyamanlah jiwaku.
*Reff:
Nyamanlah jiwaku,
Nyamanlah, nyamanlah jiwaku.

Meski oleh Iblis aku diserang,
Hatiku tenang dan teguh,
Sebab Kristus t'lah menyelamatkanku;
DarahNya menebus jiwaku.  *

Bukan sebagian dosaku ini,
Melainkan seg'nap dosaku
Dipaku di salib, dihapus penuh
Hai, pujilah Tuhan, jiwaku!    *

Marilah ya Tuhan, datanglah seg'ra,
Dengan sepenuh kuasaMu:
Nafiri berbunyi dan langit lenyap
Ya, tetap nyamanlah jiwaku.  *

  1. When peace, like a river, attendeth my way,
    When sorrows like sea billows roll;
    Whatever my lot, Thou hast taught me to say,
    It is well, it is well with my soul.
    • Refrain:
      It is well with my soul,
      It is well, it is well with my soul.
  2. Though Satan should buffet, though trials should come,
    Let this blest assurance control,
    That Christ hath regarded my helpless estate,
    And hath shed His own blood for my soul.
  3. My sin—oh, the bliss of this glorious thought!—
    My sin, not in part but the whole,
    Is nailed to the cross, and I bear it no more,
    Praise the Lord, praise the Lord, O my soul!
  4. For me, be it Christ, be it Christ hence to live:
    If Jordan above me shall roll,
    No pang shall be mine, for in death as in life
    Thou wilt whisper Thy peace to my soul.
  5. But, Lord, ’tis for Thee, for Thy coming we wait,
    The sky, not the grave, is our goal;
    Oh, trump of the angel! Oh, voice of the Lord!
    Blessed hope, blessed rest of my soul!
  6. And Lord, haste the day when the faith shall be sight,
    The clouds be rolled back as a scroll;
    The trump shall resound, and the Lord shall descend,
    Even so, it is well with my soul.

Jumat, 15 Agustus 2014

Whoever you are, you can transform



This is how I start:

Whoever you are, you can transform.

1.  Untuk kalian yang pernah dianggap bodoh, kuper, dan kudet, tapi akhirnya sekarang jadi pinter dan berwawasan luas, selamat ya…
2.     Untuk kalian yang pernah dikucilkan dan dihindari orang, namun sekarang jadi orang yang dicari-cari karena kemampuanmu, selamat ya…
3.  Untuk kalian yang waktu kecil dibully karena lemah, tapi sekarang jadi sosok yang tangguh, proud of you, dear…
4.    Untuk kalian yang pernah dianggap tidak layak untuk masuk ke suatu komunitas, namun sekarang berhasil mandiri dengan menjadi diri sendiri, you are great!
5.     Untuk kalian yang pernah ditinggalkan karena dianggap kurang layak, namun sekarang berhasil mematahkan anggapan itu, congrats!
6.      Dan untuk kalian yang lain yang pernah berada di titik terpuruk namun sudah bangkit dan menjadi jauh lebih baik, God bless you

Rabu, 28 Mei 2014

You



“I love you”

I hope that word can be spelled easily, but sadly, not.

 I hope that word will never make everything going bad, but I'm afraid not.

Eight letters, billions risk.

What can I do to courage all of this feeling, dear you?


Selasa, 25 Maret 2014

iServe



Filipi 2: 1-4:
Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
Melayani berarti menambahkan nilai untuk orang lain, menaruh orang lain di posisi utama. If we love God. We love each others. If we love each others, we serve.
Ada beberapa prinsip dalam melayani:

1.       Availability, not ability.
Tuhan mampu menggunakan apapun yang ada di dalam kita untuk membuat Ia dimuliakan. Ketersediaan kita melayani membuat orang dapat mengalami berkat. God doesn’t call the qualified, He qualify the called.

2.       Antidote for ego.
Melayani adalah penangkal yang ampuh untuk ego. Melayani mengajarkan penundukan diri. Try this: "my name is Lia, and I am a servant :)"
If the way up is go down, how low can you go?

3.       Commitment beyond envolvement
(ibrani 12: 1-4)
Komitmen lebih dari keterlibatan. Melayani tidak hanya terlibat dalam satu waktu atau satu kegiatan, namun lebih dari itu, melayani berarti memiliki komitmen untuk memberikan lebih, melakukannya dengan tekun hingga akhir, tanpa berputus asa.

4.       Small is the new big.
Jalan untuk memimpin adalah melayani. Bagi yang telah terlibat dalam pelayanan, mari kita cek ulang, apakah pelayanan kita masih semurni dulu?
The greater we become, the greater servant we should be.

Last but not least, lets we start to serve with this simple sentence:
“Yes, Lord. Here I am, use me. Send me”.

God bless you :) 


*Ringkasan dari kotbah  Alvin Rajagukguk

Senin, 24 Maret 2014

The Power to Speak Faith

Syalom, 

Kali ini saya akan membagikan apa yang saya dapat dari ibadah raya beberapa waktu lalu. Kotbahnya berjudul The Power to speak faith. Selamat membaca 
The Power to Speak Faith
Cara bicara seseorang biasanya akan menunjukkan keadaan hubungan interpersonal orang tersebut. 
Sekarang ini, sangat banyak orang yang menggunakan perkataan yang menyakitkan, melemahkan, bahkan memojokkan orang lain. Words hurt. Don’t be a part of that!
Yesus yang ada di dalam kita membuat kita memiliki kuasa untuk berbicara di dalam iman (Bil 14: 28). Berikut ini adalah beberapa contoh tokoh yang diberi power to speak:
1.       Musa: berbicara kepada Firaun
2.       Yosua: berbicara kepada matahari
3.       Daud:  berbicara kepada Goliat
4.       Elia: berbicara kepada janda Sarfat.

Nama-nama di atas menjadi sejarah, powerfull history, now, who’s the next history maker? US! Kita dianugerahi bukan hanya kemampuan untuk ‘berbicara tentang’ namun juga ‘berbicara kepada’. Bukan membicarakan problem, tapi solusi.
Winners see possibility, losers see problems
Berbicara dengan iman adalah sebuah gaya hidup, bukan peristiwa. It’s a life style, not an event. 

Terkadang kita masih ‘setengah-setengah’ untuk menjadikan berbicara iman sebagai gaya hidup. Kita masih berbicara iman tergantung apa yang sedang kita alami saat itu. Ada beberapa orang yang imannya melemah saat dihadapkan dengan pencobaan, dan ada juga yang sebaliknya. Ada orang yang imannya melemah justru ketika ia melihat banyak kemungkinan yang menurutnya bias ia kerjakan sendiri tanpa campur Tuhan. 

Mari kita lihat kisah Yairus (Mrk 5:21-43), ia seorang kepala rumah ibadat yang telah banyak mendengar tentang apa yang dilakukan Yesus, saat Yesus dating, imannya meningkat dan meminta pertolongan kepada Tuhan (ay 23). Di tengah perjalanan, jubah Yesus dijamah oleh perempuan yang sakit pendarahan, saat itu juga perempuan itu sembuh (ay27-29) melihat peristiwa itu, semakin kuatlah iman yairus. Namun coba kita perhatikan ayat yang ke 35, saat ia mendengar anaknya telah mati. Saat itu iman Yairus ngedrop kembali, mungkin ia mulai ragu, Yesus bisa menyembuhkan, apa mungkin Ia juga bisa membangkitkan? Oleh karena itulah Yesus berkata kepadanya ‘Jangan takut, percaya saja’ (ay36).

Seringkali kita masih seperti Yairus, memiliki masa ‘naik-turun’ kadar imannya. Namun, mari kita selalu belajar untuk beriman dalam saat seperti apapun juga, tidak tergantung dengan persitiwa, karena apapun yang kita alami, baik atau buruk, semua itu telah Tuhan tetapkan sesuai dengan kemampuan kita (1 Kor 10:13) dan semuanya itu untuk kebaikan kita.
Tuhan Memberkati

*repost from old blog: friskilia.blogspot.com

Sepenggal Catatan Rindu untuk Tuhanku

Ingin kembali menyanyi.. Menyanyi untukNya...
Ingin kembali menari.. Menari untukNya...
Ingin kembali menulis.. Menulis untukNya...
Ingin kembali bersajak... Bersajak untukNya...
Ingin kembali berkreasi... Berkreasi untukNya...
Ingin kembali berlari... Berlari untukNya...
Ingin kembali bercerita... Bercerita untukNya...
Ingin kembali memetik gitar...memetik gitar untukNya.
Banyak hal yang ingin kulakukan lagi... Kulakukan untukNya...
Mengingatkanku betapa banyak kisah yang kulewatkan denganNya
Kembali... Aku hanya ingin kembali padaNya..
Kembali bernyanyi bersamaNya...
Kembali menari bersamaNya...
Kembali menulis denganNya...
Kembali melakukan semua hal dengan dan untukNya...
Kapan? Aku sudah terlalu lelah merasa bisa sendiri..
Aku merinduNya.. Sangat merinduNya...
Dia pasti jauh lebih merindukanku kembali padaNya...
Ini aku... Aku kembali.. Kembali melakukan apapun dalam namaMu.. 
Apapun untukMu... 
Aku kembali...

Kisah Yunus

02-04-2011
Catatan renungan pribadi, repost from old blog: friskilia.blogspot.com.
Yunus 1-3
Suatu pagi, aku terbangun dengan menangis. Banyak masalah yang muncul dan menghujamku bertubi-tubi, tanpa ampun. Tidak kuat rasanya. Sering terungkap pikiran-pikiran bodoh untuk mengambil jalan pintas untuk keluar dari semua ini. Ingin rasanya melarikan diri sejauh mungkin dari keadaan ini. Tertekan? Ya. Putus asa? Tentu. Frustasi? Depresi? Jadi keseharianku.
Doa-doa ku serasa kering, hidupku menjadi hampa, there’s nothing feels alright.
Semakin hari semakin ingin melarikan diri. Sampai pagi itu, aku teringat tentang kisah Yunus. Yunus yang diperintahkan Tuhan ke Niniwe. Namun, apa yang Yunus lakukan? Ia melarikan diri, ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan. Ia melarikan diri dari panggilan-Nya. Apa yang terjadi kemudian? Tuhan mengirimkan angin ribut ke laut, terjadi badai besar, yang kemudian membuat Yunus dilempar ke laut. Masuk ke perut ikan. Suatu keadaan yang sangat tidak menyenangkan. Selama di perut ikan, Yunus menyadari semuanya, dan memilih kembali berdoa dan mengucap syukur pada Tuhan. Tuhan memang maha baik, Ia memerintahkan ikan untuk memuntahkan Yunus ke darat. Lantas, setelah proses penderitaan panjang yang berujung dengan pertobatan Yunus dan pengampunan Tuhan, apakah kemudian Yunus bisa ke Tarsis? Ke tujuannya? Tidak. Dia tetap diperintahkan ke Niniwe, tujuan Tuhan yang mula-mula.
Rhema yang saya dapat dari kisah ini yaitu, apapun yang kita lakukan, apapun respon kita terhadap kehendak Tuhan, entah itu respon baik, maupun respon penolakan, pada akhirnya tujuan Tuhan akan tetap tercapai. Hanya saja, saat kita melarikan diri dari jalur Tuhan, jalan yang kita tempuh untuk mencapai tujuan itu akan jauh lebih berat dan tidak menyenangkan. Saat kita tidak bisa diajari dengan kelemahlembutan, Tuhan akan mengajari kita dengan ketegasan dan cambuk api.
Hal ini menguatkan saya untuk tetap bertahan, mencari apa maksud Tuhan dari semua yang telah saya alami. Berharap agar saya mengetahui apa yang menjadi kehendaknya. Menguatkan hati untuk setia di jalan Tuhan. Agar pada akhirnya tujuan-Nya terhadap saya tercapai. Tercapai tanpa harus melewati segala hal menyakitkan hanya karena saya tidak patuh dan berusaha melarikan diri.
How about you?
Apa saat ini juga ada di kondisi seperti saya? Tidak kuat lagi? Ingin melarikan diri?
Pikirkan kembali berpuluh-puluh kali. Cari tahu kehendak-Nya.
Mari saling mendoakan dan menguatkan hati.  
GBU

Kamis, 06 Februari 2014

Be Tough, Papa

"Ce, apa kabar? Papa sebenernya ga enak mau telpon cece, tapi mau hubungin siapa lagi.. Papa cuma mau cerita..."
 
Papa tahu, mendengar ucapan papa yang sepotong itu saja hatiku sudah tidak karuan. Ada yang tidak beres sedang terjadi. Dan ketika papa menceritakan semuanya, hatiku hancur. Pedihnya jauh lebih dahsyat daripada putus cinta (?).

Maaf, pa. Mungkin aku hanya diam saat mendengar keluh kesahmu. Mungkin tidak ada ucapan menghibur yang keluar dari mulutku. Kenapa? Karena menggumampun aku sudah tidak sanggup. Ya, aku sedang menggigit bibirku untuk menahan tangis.

Satu yang harus papa tahu, meskipun aku jauh, aku selalu ada buat papa. I'm still your favourite daughter, right? Meski dalam hati, aku selalu berusaha menguatkan papa. Papa pasti kuat, dan harus kuat. Papa satu-satunya penyemangatku bekerja di kota asing ini. Jika papa putus asa, aku seperti layang-layang kehilangan benang. Pikiranku melayang entah kemana.

Pa, selama ini papa selalu bilang kan, kalau Tuhan itu tidak pernah meninggalkan kita, ya kan? Sekarang papa harus ingat itu. Papa harus tegar. Meski tidak ada yang membantumu, papa harus percaya bahwa Dia akan selalu menyelesaikan masalah kita.

Dulu papa yang selalu menguatkanku untuk tetap semangat. Sekarang aku yang akan menyemangati papa. Meskipun ragaku tidak di sampingmu, yakinlah hatiku dekat di hatimu, pa.

Papaku adalah papa yang kuat, papaku adalah papa yang hebat. Dan akan tetap seperti itu. Ini hanyalah serpihan kecil yang akan menjadi alat Nya dalam menyatakan mujizat. Percayalah semua akan baik-baik saja.

Be tough, pa. :)
Teruntuk papa, dari putrimu yang selalu kau anggap masih kecil :)

*ditulis untuk tantangan twitter #30harimenulissuratcinta 

Rabu, 05 Februari 2014

Surat Terakhir Untuk Tanggal 5

Hari ini tanggal 5, bulan kedua. Sudah memasuki tahun ketiga tidak ada perayaan di hari ini. Aku masih mengingat masa lalu dimana aku selalu mencari ide untuk membuat tanggal ini spesial. Namun, sekarang tidak lagi.
 
Tanggal 5 pernah menjadi salah satu tanggal paling menyenangkan dan paling menyedihkan sekaligus. Kau pasti tahu mengapa. Tidak, ini bukan untuk menyalahkanmu atas apa yang terjadi, kau tak perlu menyesali itu. Anggap itu petunjuk dari Tuhan bahwa kita mungkin tidak ditakdirkan untuk bersama.

Aku merasakan euforia setiap mendekati tanggal 5 saat kita masih bersama, dan di tanggal yang sama aku juga merasakan kepedihan saat kita baru berpisah. Tapi itu dulu, tiga tahun lalu. Saat ini, tanggal tersebut sudah sama seperti tanggal lainnya. Tidak ada yang harus disesali lagi. Tidak ada yang harus dipertanyakan lagi


Saat ini, tanggal 5 bulan kedua, di tahun ketiga. Aku mengucapkan banyak terima kasih padamu. Aku belajar banyak hal saat kau ada, dan lebih banyak lagi saat kau pergi. Terima kasih telah memberiku sesuatu yang disebut kenangan untuk tanggal 5. Aku berharap suatu saat nanti kita bisa bercerita bersama. Mungkin mengenai perjalanan hidup masing-masing, mungkin menceritakan orang yang memberi kenangan, atau bercerita tentang orang yang ditakdirkan untuk menemani dalam meraih masa depan.


*ditulis untuk tantangan twitter #30harimenulissuratcinta
 

Tempat Mengungkap yang Tak Terucap Template by Ipietoon Cute Blog Design