Syalom,
Kali ini saya akan membagikan apa yang saya
dapat dari ibadah raya beberapa waktu lalu. Kotbahnya berjudul The Power to
speak faith. Selamat membaca
The Power to Speak Faith
Cara bicara seseorang biasanya akan menunjukkan
keadaan hubungan interpersonal orang tersebut.
Sekarang ini, sangat banyak
orang yang menggunakan perkataan yang menyakitkan, melemahkan, bahkan
memojokkan orang lain. Words hurt. Don’t be a part of that!
Yesus yang ada di dalam kita membuat kita memiliki kuasa untuk
berbicara di dalam iman (Bil 14: 28). Berikut ini adalah beberapa contoh tokoh
yang diberi power to speak:
1.
Musa: berbicara kepada Firaun
2.
Yosua: berbicara kepada matahari
3.
Daud: berbicara kepada Goliat
4.
Elia: berbicara kepada janda Sarfat.
Nama-nama di atas menjadi sejarah, powerfull
history, now, who’s the next history maker? US! Kita dianugerahi bukan hanya kemampuan untuk ‘berbicara
tentang’ namun juga ‘berbicara kepada’. Bukan membicarakan problem, tapi
solusi.
Winners see
possibility, losers see problems
Berbicara dengan iman adalah sebuah gaya hidup, bukan
peristiwa. It’s a life style, not an event.
Terkadang kita masih ‘setengah-setengah’ untuk
menjadikan berbicara iman sebagai gaya hidup. Kita masih berbicara iman
tergantung apa yang sedang kita alami saat itu. Ada beberapa orang yang imannya
melemah saat dihadapkan dengan pencobaan, dan ada juga yang sebaliknya. Ada orang
yang imannya melemah justru ketika ia melihat banyak kemungkinan yang
menurutnya bias ia kerjakan sendiri tanpa campur Tuhan.
Mari kita lihat kisah Yairus (Mrk 5:21-43), ia
seorang kepala rumah ibadat yang telah banyak mendengar tentang apa yang
dilakukan Yesus, saat Yesus dating, imannya meningkat dan meminta pertolongan
kepada Tuhan (ay 23). Di tengah perjalanan, jubah Yesus dijamah oleh perempuan
yang sakit pendarahan, saat itu juga perempuan itu sembuh (ay27-29) melihat
peristiwa itu, semakin kuatlah iman yairus. Namun coba kita perhatikan ayat
yang ke 35, saat ia mendengar anaknya telah mati. Saat itu iman Yairus ngedrop
kembali, mungkin ia mulai ragu, Yesus bisa menyembuhkan, apa mungkin Ia juga bisa
membangkitkan? Oleh karena itulah Yesus berkata kepadanya ‘Jangan takut,
percaya saja’ (ay36).
Seringkali kita masih seperti Yairus, memiliki masa ‘naik-turun’
kadar imannya. Namun, mari kita selalu belajar untuk beriman dalam saat seperti
apapun juga, tidak tergantung dengan persitiwa, karena apapun yang kita alami,
baik atau buruk, semua itu telah Tuhan tetapkan sesuai dengan kemampuan kita (1
Kor 10:13) dan semuanya itu untuk kebaikan kita.
Tuhan Memberkati
*
repost from old blog: friskilia.blogspot.com