Minggu, 31 Januari 2016

Flashlight


I got what I need when I got you and I
Look around me and see a sweet life
I stuck in the dark but you’re my flashlight
Gettin’ me gettin’ me through the night...

Beberapa hari lalu saya baru saja menghadiri HUT Komisi Pemuda GKPJ yang ke 21. Tema yang diusung adalah “Flashlight. Be The Light”. Saat membaca tema ini di selebaran publikasi pertama kali, yang terlintas di kepala saya adalah penggalan lagu Jessie J yang juga jadi soundtrack film Pitch Perfect 2  di atas yang berjudul sama: Flashlight. Judul yang menarik untuk dibahas.

Flashlight jika diterjemahkan bisa berarti senter. Salah satu benda penerang yang biasa digunakan saat kita berada di tempat gelap. Sewaktu kecil, saya sangat takut gelap, sehingga ketika terjadi pemadaman lampu di malam hari, saya nyaris tidak berani beranjak dari kamar. Saya tidak suka gelap. Saya merasa kehilangan keseimbangan saat berada di tempat gelap. Gelap membuat saya sulit melihat sekitar sehingga saya menjadi kurang awas dan bisa saja jadi celaka. Banyak hal mengerikan yang bisa saja  menghampiri saya di dalam gelap tanpa saya ketahui. Saya sering menangis jika lampu tiba-tiba padam. Papa saya akhirnya memberikan saya sebuah senter yang diletakkan di dekat tempat tidur sehingga bisa saya gunakan saat gelap. Sejak ada senter, saya tidak takut gelap lagi, ketika lampu padam, saya segera menyalakan senter. Ketika hendak keluar kamar, saya menggunakan senter untuk menerangi jalan saya. Kayak lagu di atas, when I stuck in the dark I use my flashlight. Gettin’ me through the night.

Okay, back to laptop...
Firman Tuhan yang dibawakan oleh Pdt. John Parengkwang di HUT Komisi Pemuda GKPJ lalu didasari dari Yoh 1:5-9 dimana kita diarahkan untuk menjadi terang. Kenapa? Karena terang selalu dibutuhkan di tempat gelap. Terang mampu memberi petunjuk. Nah, kita baru bisa menjadi terang ketika kita sudah menerima cahaya terlebih dahulu. Seperti senter tadi, dia tidak akan mampu mengeluarkan cahaya jika ia tidak diberi energi terlebih dahulu, lilin tidak akan mampu bersinar jika ia tidak dinyalakan terlebih dahulu. Namun setelah lilin diberi api, seketika itu juga ia mampu menyinari sekitarnya. Tidak perlu menunggu waktu lama untuk lilin atau senter tsb menerangi sekitarnya. Begitu juga dengan kita, kita baru bisa menjadi terang apabila kita telah menerima terang tersebut. Jika kita sudah di dalam terang, maka tidak perlu menunggu waktu lama untuk kita mampu berdampak bagi sekitar. Terang itu akan bercahaya dengan sendirinya melalui kita. Pdt. John juga mengajak kita untuk tidak menjadi eksklusif dan hanya berkumpul dengan sesama terang. Seharusnya terang tidak menyembunyikan diri. Saya sangat setuju dengan statement ini. Lilin tidak akan berguna banyak jika dinyalakan di siang hari. Senter tidak akan terlihat cahayanya jika dinyalakan di tempat yang terang benderang. Demikian pula dengan keberadaan kita. Menjadi anak-anak Tuhan bukan berarti kita harus menjadi eksklusif dengan sesama ‘anak Tuhan’ dan menolak untuk bergaul dengan lingkungan. Bukan berarti kita arus memisahkan diri dengan dunia. Bukan itu yang Tuhan harapkan. Tuhan menginginkan kita untuk menjadi garam dan terang bagi sekitar. Apa gunanya garam jika ia tidak bisa memberi rasa asin?  Apa gunanya terang jika disembunyikan? Tidak ada. Apakah kita mau menjadi anak Tuhan yang tidak berguna? Saya rasa tidak. Oleh karena itulah kita juga sebaiknya membaur dengan sekitar. Menjadi ‘product sample’ yang baik yang bisa dilihat dan dirasakan banyak orang. Menjadi terang di tengah kegelapan. Terang yang memberikan harapan kepada sekitar. Terang yang bisa menunjukkan bahwa kasih masih ada dalam dunia. Terang yang membawa harapan bahwa orang jujur itu masih ada, kebaikan itu masih nyata, dsb. Jika bukan kita yang memulai revolusi tersebut di tengah dunia yang sedang sakit ini, siapa lagi? Saya pernah membaca quote dari Pak Anies Baswedan  yang mungkin relate dengan tema ini: “orang-orang baik tumbang bukan hanya karena banyaknya orang jahat, tetapi karena banyaknya orang-orang baik yang diam dan mendiamkan.” Nah, jangan sampai hal ini terjadi di sekitar kita. Jadilah orang baik yang ikut turun tangan menebarkan kebaikan dan berbagi kasih. Jadilah terang di dalam kegelapan.


Berarti  kita tidak perlu bersekutu dengan sesama anak Tuhan? Katanya harus membaur dengan lingkungan? Nope. Persekutuan tetap menjadi hal yang sangat penting. Karena dengan begitu kita bisa tetap dalam relnya Tuhan. Persekutuan dengan sesama membuat kita tetap kuat dalam menghadapi arus dunia. Mencegah kita untuk terbawa arus itu sendiri. Persekutuan dan pembelajaran mengenai Firman Tuhan membuat kita semakin bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan, sehingga membuat kita semakin mengerti kehendak Tuhan. Bagaimanapun juga kita adalah manusia yang memiliki kecenderungan untuk berbuat dosa. Roh memang penurut, tetapi daging lemah, bukan? Kita tetap membutuhkan partner untuk saling mengingatkan, untuk saling menopang, dan saling membangun dalam Tuhan. Dimana kita mendapatkan rekan yang seperti itu? Salah satunya melalui persekutuan dan komunitas anak-anak Tuhan. 

Melalui tulisan ini ada dua poin yang ingin saya utarakan. Pertama, saya ingin mengajak setiap kita untuk mulai bergerak, mulai memperhatikan sekitar, mulai aware dengan kondisi yang ada. Mulai melakukan perubahan, mulai dari diri sendiri, keluarga, dan sekitar. Jangan menjadi apatis karena banyak kekecewaan yang muncul akibat hal buruk yang pernah kita alami. Ketahuilah bahwa orang-orang yang menyakiti orang lain itu adalah orang-orang yang paling butuh pertolongan. Jangan menjadi eksklusif karena menganggap orang yang salah itu adalah orang yang perlu dihindari. Jangan sampai kita menjadi orang yang egois karena hanya ingin menikmati berkat sendirian. Jika kamu telah menikmati betapa indah kasih Tuhan atas hidupmu, mengapa tidak kau bagikan ke yang lain? Tidakkah kalian menginginkan orang lain juga merasakan kasih yang sama? Mulailah bergerak. Mulailah menjadi terang yang dibutuhkan. World needs light. World needs you

Kedua, tetaplah bersekutu dan berkomunitas, karena seperti yang saya ungkapkan sebelumnya, persekutuan akan menjaga kita agar tidak terjerumus dalam kegelapan. Coba telisik kembali, sudahkah kita aktif bersekutu dengan rekan seiman? Sejauh mana hubungan pribadi kita dengan Tuhan? Ingat, kita tidak akan bisa menjadi terang jika kita tidak menerima terang itu sendiri. Ibarat senter, kita juga butuh dicharge atau diganti baterenya secara berkala agar tetap menyinari dengan maksimal. Imbangi hidupmu. Bagaimanapun juga kita tetap membutuhkan pertolongan Tuhan dalam menjalani setiap aspek kehidupan. Jangan sampai tersesat. Jangan sampai lengah. Jangan sampai undur dariNya. Find your mate. Find your partner in God. They will help you to face the world. They will show you that you’ll never walk alone. They’ll keep your spirit on. Trust me. So, are you ready to shine?

Foto Bersama peserta, panitia, pengurus komisi Pemuda, hamba Tuhan dan majelis di perayaan HUT Komisi Pemuda GKPJ ke 21. photo credit: Satina

Let's Start It!


To: Ce Yuki

Dear cece,
Gimana kabar disana? Ga nyangka ya ternyata sekarang kita bener-bener ada di kondisi harus surat-suratan karena terpisah oleh jarak (dan waktu, cece di Ambon sih). Surat pertama sengaja aku tujukan ke cece sebagai teman seperjuangan dalam mengikuti tantangan ini. Supaya kita bisa saling menyemangati dari awal hingga akhir (semoga). Surat pertama cece ditujukan untuk siapa, btw? Hehehe.

Kalau boleh jujur, sebenarnya aku belum memiliki daftar khusus penerima surat yang akan aku tulis selain cece. Semoga di setiap harinya aku bisa dapat ide untuk menulis surat lengkap beserta penerimanya dengan mengikuti filosofi the power of kepepet ya, hahahaha. Semoga cece juga bisa menyempatkan waktu untuk menulis surat bagi orang-orang yang cece kasihi. Semoga kita berdua bisa sama-sama melatih diri baik dalam kemampuan menulis maupun melatih diri berkomitmen atas sesuatu. Semoga melalui tantangan ini kita juga bisa menebar kasih dengan orang-orang di sekitar kita melalui cara yang berbeda.

Last but not least, semoga kita bisa terus berkomunikasi dan memiliki quality time di tengah rutinitas masing-masing, ya, ce. Mari saling menguatkan. Mari sama-sama bertumbuh. Let's spread the love. Let's start it now.

With love,
Adeq

Selasa, 19 Januari 2016

Terima kasih, saya bahagia



Sudah H+1 dari hari ulang tahun di 2016, berarti sudah diperbolehkan untuk merangkum ucapan terima kasih untuk keluarga, kerabat, dan teman-teman yang sudah seperti saudara yang telah ikut meramaikan hari bahagia saya #aihsedap. Honestly, I’m not interested much with this birthday thing since it means my age are getting older and older. Hahahaha. Tapi terus terang saya bahagia sekali kemarin. Sepertinya hari ultah itu sengaja dibuat spesial agar kita bisa mensyukuri kembali kenyataan kita masih diingat oleh orang yang dekat maupun jauh secara kasat mata. Atau bisa jadi sebagai alat refleksi diri jika ternyata tidak ada yang ingat atau berniat mengingat hari spesial kita. Apakah setahun terakhir ini kita telah menjadi orang menjalani peran sebagai makhluk sosial dengan baik? Entahlah. Itu asumsi saya saja. Hehehe.

Tidak ada yang khusus di ulang tahun saya yang ke 17+ ini (eaak) selain SIM saya yang (akhirnya) bisa diperpanjang secara online (hore!). Hal itu yang membuat saya menjalani hari dengan lebih ringan, sehingga ketika ada kejutan, saya benar-benar menikmatinya. Ah, saya bahagia. Oleh karena itu ijinkan saya mengucapkan terima kasih untuk:

  1.  Orang-orang yang dengan semangatnya mengirim ucapan ultah tengah malam, di saat saya sendiri malah telah tidur lelap sejak jam 10 malam, thank you so much  xD 
  2.  Beragam voice note yang dipersiapkan dengan baik dari berbagai daerah, doa yang tulus, nyanyian indah, ucapan kocak, komentar random, dan bikin iri karena vn nya sama pasangan (huh!). Kalian membuktikan bahwa jarak dan waktu bukanlah apa-apa selama kita masih melihat bulan yang sama (ahseek). I love you, guys! 
  3.  Semua kado virtual berupa tulisan, kue kertas, editan foto, trending topic di RU BBM, dan bahkan video (khusus video sepertinya tidak akan saya share disini karena… HAHAHAHA banget x’)) ) thanks for making my day so cheerfull and lot of laugh (meski ada yang nyaris tak terbaca di hari H karena saya sudah terlanjur tidur, untung kebangun lagi pas injury time, kan :p). 
  4.  Ucapan dan doa-doa yang tersampaikan baik dari media sosial, jalur pribadi, bahkan ucapan langsung. Terima kasih masih mengingat saya :’)
  5. Surprise-surprisenya, kue ultahnya, pizzanya, satenya (sate padang dan sate kacang, semua masuk perut dengan bahagia), susu kedelainya, acara tiup lilinnya, kebersamaannya. Saya merasa sedang berada di tengah keluarga meskipun tidak ada satupun yang sedarah, how lovely you are… :’) 
  6. Telah memilih tidak menanyakan pertanyaan keramat yang membuat saya terbebani, hahahaha. 
  7.  Semua hal yang telah kalian lakukan dengan niat membahagiakan saya, meski mungkin ada yang tidak tersampaikan. Terima kasih :)
 Last, but not least, terima kasih kepada Tuhan yang penuh kasih dan kebaikan atas semua berkat yang telah Ia limpahkan, pembelajaran yang Ia berikan, dan penyertaan yang tiada berkesudahan selama saya menjalani tahun lalu, serta janji penyertaan yang tidak pernah ingkar selama saya menjalani masa depan. Terima kasih telah menyelamatkan saya. I’m nothing without You, my Lord. Kebahagiaan mana lagi yang harus saya dustakan? Keluhan apalagi yang bisa saya ungkapkan? Jika hidup saya sudah sebahagia ini?

Semua yang saya terima membuat saya ingin berusaha menjadi lebih baik, menjadi lebih mengasihi. Bukan karena saya berharap diperlakukan lebih baik lagi, melainkan karena saya tahu bagaimana rasanya dikasihi, dan saya ingin orang lain juga merasakan apa yang saya rasakan. Dikasihi. Terima kasih kepada kalian yang telah menjadi perpanjangan tanganNya untuk membuktikan bahwa saya dikasihi. 

Ps: kalau ada yang mau ngasih kado masih diperbolehkan hingga H + 30, hahahahaha.

Kamis, 14 Januari 2016

Watch Your Fingers Out!


Saya baru tiba di rumah pukul 21.00 WIB karena sebelumnya visit luar kota. Fisik cukup lelah dan ingin segera istirahat. Namun mengingat hari ini ada berita cukup heboh mengenai pengeboman di salah satu daerah di Jakarta dan betapa banyaknya bertebaran pro kontra mengenai gambar korban dan hastag, saya rasanya tidak tenang sebelum menulis dan membagikan sedikit mengenai apa yang pernah saya dapat dari seminar SYC desember lalu.

Salah satu isi materi SYC 2015 yaitu kapita selekta yang terbagi atas dua pilihan. Tema pertama yaitu from addiction to action dan yang kedua socializing with(out) your social media. Untuk tema pertama dibatasi sebanyak 150 orang pria dan 150 orang wanita. Tema pertama sepertinya lebih menarik di kalangan remaja dan teman-teman saya. Ditambah dengan info adanya kaitan mengenai pembahasan sisi psikologi disana. Berhubung saya sedang tidak merasa addict terhadap sesuatu dan sudah lumayan kenyang belajar psikologi saat kuliah, saya cenderung berpikir untuk memberi kesempatan yang lain untuk mengikuti tema tersebut dan memilih tema kedua. Pemilihan tema kedua ini awalnya saya kira lebih cocok untuk saya mengingat cukup banyak social media yang saya ikuti. Mungkin sudah sebaiknya saya bersosialisasi dengan seimbang baik di dunia maya maupun dunia nyata, jadi dengan mengikuti kapita selekta di tema ini membuat saya bisa lebih balance dalam bersosialisasi. Tapi ternyata apa yang saya dapatkan di luar ekspektasi yang saya buat. Saya mendapat pelajaran yang jauh lebih penting setelah saya mengikuti materi tersebut. Membuat saya semakin bersemangat untuk menulis. Apa itu?

Pembicaranya adalah pak Wepe, ia awalnya memaparkan kondisi zaman yang sudah berubah pesat. Ia juga memaparkan kuantifikasi penggunaan sosial media di dunia dan di Indonesia, sangat banyak ternyata. Tidak heran jika banyak hal dengan cepat menjadi viral apabila dishare di sosial media. Pak Wepe juga menjelaskan hal-hal negatif yang sangat mudah muncul di internet  meski hanya dengan keyword sederhana. Media sosial menjadi tempat yang sangat mengerikan. Banyak penipuan, kebencian, hoax, pornografi, dan hal negatif lainnya. Ia sempat berkomunikasi dengan pihak google Indonesia mengenai hal ini, mengapa keyword sederhana bisa memunculkan hal negatif dengan sangat mudahnya? Jawaban yang dituturkan oleh pihak google sangat menyentak saat itu. Kalau tidak salah begini (maaf jika agak berbeda, buku catatan SYC saya hilang, dan saya merasa sangat sedih karena ini T_T): “Google itu hanya mesin pencari, dan ia buta. Apa yang diupload kesana itulah yang ia tampilkan. Jika banyak yang mengupload hal negatif, maka hal negatif yang keluar. Jika banyak yang mengupload hal positif, hal positif yang keluar”. Apa yang dikatakan orang tersebut benar menurut saya. Kita tidak bisa menyalahkan sosial media itu sendiri atas keburukan yang terjadi di sana. Mereka hanya media. Pengguna bebas menggunakannya untuk apa. Kita bebas menggunakannya untuk apa. Kita bisa mengklik situs resmi untuk mencari bahan penelitian, dengan jari yang sama, kita bisa membuka situs pornografi yang diinginkan. Kita bisa menggunakan sosial media untuk menyebar ilmu, dengan sosial media yang sama kita bisa menyebar kebohongan. Semua terserah kita. 

Terkadang kita salah kaprah. Merasa diam adalah hal terbaik yang kita bisa dalam menghadapi fenomena di sosial media. Kita lebih suka menjadi “silent reader”, penikmat dan penonton. Hingga tanpa kita sadari kita membiarkan hal negatif tersebar tanpa perlawanan. Ada quote yang menurut saya bisa dikaitkan dengan hal ini: ‘terkadang kejahatan menang karena yang benar hanya diam’. Itu yang sekarang terjadi di era media sosial ini. Kita cenderung ‘membiarkan’ hal negatif muncul dan tak jarang kita menjadi salah satu penyulut reaksi massa. Kita mengacuhkan hoax bertebaran, dan seringkali kita menjadi salah satu penyebar hoax tersebut hanya dengan pembelaan ‘saya kan cuma ikut share informasi’ tanpa kita cari tahu lebih dulu apakah yang kita share itu benar atau tidak, berguna atau tidak, memancing keributan atau tidak, beretika atau tidak. Ya, kemudahan seringkali tidak diiringi dengan kebijaksanaan. Kemudahan dibarengi dengan tindakan reaktif dan emosional. Sedih rasanya membayangkan smartphone digunakan oleh pemilik yang kurang smart menyaring informasi. Ketika ada berita yang menyindir kita, segera kita share dengan reaktif dan membuat tulisan tandingan yang tak kalah menyakitkan hati. Ketika ada berita kurang baik atas orang yang tidak kita suka, segera kita share dengan kalimat ‘bijak’ atau kalimat sindiran pedas. Mungkin bukan hal yang salah, namun apakah itu berguna? Apakah memberi dampak baik? Silakan jawab masing-masing.
Hal yang sama terjadi dengan peristiwa pengeboman di Jakarta hari ini. Dalam waktu singkat hastag #PrayforJakarta menyebar luas baik di twitter, facebook, instagram, hingga path. Bukan itu masalah utama, masalahnya adalah hastag tersebut tidak sedikit diiringi dengan video lokasi yang masih ada potongan tubuh, foto-foto korban, bahkan hoax yang tidak layak disebar. Apa yang terjadi? Rasa (terkesan) kemanusiaan dan nasionalis yang tiba-tiba sangat tinggi membuat kita, sebagian orang, menshare hal tersebut, baik dengan komen positif maupun negatif. Baik ‘dukungan’ doa maupun kritik. Sadarkah kita kalau kita sedang melakukan hal yang keliru? Bukan hastag yang salah sepenuhnya, namun tidak pada tempatnya. Alih-alih mendoakan, kita malah menyebar kesuraman. Alih-alih menyebar informasi, kita malah menjadi pendusta dengan menyebarkan kabar bohong. Sempatkah kita berpikir apa dampak dari yang kita tulis atau sebar sebelum kita melakukannya? Saya disini tidak sedang melarang siapapun untuk menyebar apapun, namun saya berharap kita lebih bijaksana dalam menggunakan sosial media. Apakah teman-teman tahu? Kita sedang berperang. Berperang melawan kenegatifan itu sendiri, berperang dengan yang mendalangi semua hal negatif ini *you know who*. Peperangan itu tidak akan kita menangkan jika kita terikut arusnya, namun kita juga tidak akan menang jika kita hanya diam. Ingat apa yang saya tulis di atas, kita bebas menggunakan sosial media kita. Gunakan itu untuk berperang melawan kebohongan. Use it as our weapon. Mereka bisa menyebar hal buruk. Kita bisa menyebar hal baik. Mereka bisa menyebar kebohongan, kita bisa menyebar kebenaran. Kita akan kalah jika kita hanya diam. Jadi perangilah segala kebohongan itu, perangilah segala hal negatif yang berbau SARA, perangilah kebencian. Tebarkan kebenaran, tebarkan kabar baik, ceritakan mengenai kasih. Apa gunanya garam jika ia menjadi tawar? Apa gunanya terang jika hanya diletakkan di bawah gantang? Jadilah garam yang asin, jadilah pelita yang menerangi kota. Use your talent in sosmed well. Jika anda bisa bernyanyi, bernyanyilah. Jika anda bisa menari, menarilah. Jika anda bisa menggambar, menggambarlah. Jika anda bisa menulis, menulislah. Lakukanlah apa yang kau bisa untuk memberitakan kabar baik. Untuk menyebarkan kasih yang telah kau terima. Berkat paling baik adalah berkat yang dibagikan. Sharing is caring

Saya akan tutup tulisan ini dengan status yang pernah saya tulis di facebook saya:
Q : kenapa ya kalau buka medsos auranya negatif?
A : mungkin karena lebih banyak yang menebar kebencian bertopeng kritik daripada menebar kasih dan kabar baik
Q : kenapa ya banyak hoax bertebaran di medsos?
A : mungkin karena mengklik share jauh lebih mudah daripada mencari tahu lebih dalam terlebih dahulu.
Q  : Jadi kita di posisi yang mana?
A  : Ask yourself :)



Let’s join the war, spread the love :)

Jumat, 01 Januari 2016

End Year-New Year


2015 sudah berakhir, 2016 sudah mulai ditapaki. Kali ini saya akan membagi cerita melalui tulisan mainstream yang biasa dibuat orang di akhir/awal tahun. Sebuah perenungan terhadap tahun yang sudah dilewati.
 

Tempat Mengungkap yang Tak Terucap Template by Ipietoon Cute Blog Design