Selasa, 09 Februari 2016

Apa Kabar, Pah?

Halo, Pah, apa kabar? Bahagiakah disana? Tidak terasa ya sudah hitungan tahun papah pergi meninggalkan kami, meninggalkan All Stars. Rasanya masih jelas diingatan waktu papah masih di sekitar kami, mengambil peran sebagai yang dituakan (karena memang paling tua) dan sekaligus menjadi emak kami (cerewet banget, sih) hahaha.

Aku masih ingat papah yang ngomel-ngomel waktu aku masuk rumah sakit karena dyspepsia. Tetapi papah juga yang aturin jadwal anak-anak all stars untuk jaga malam. Ngomelin suster karena kasih makan pagi dengan buah jeruk yang menurut papah rasanya asam. Tetapi ketika datang ke RS sudah bawa pisang sebagai buah pengganti. Hihihi. Papah juga ngomel waktu Ojik malas-malasan kerja dan sering terlambat. Aku juga ingat waktu papah marahin Iin dengan begitu pedasnya sampai-sampai ia syok. Tapi dibalik itu kami tahu, papah begitu karena sayang kami. Itu salah satu bentuk perhatian dari papah Nanang. Perhatian kepada kami yan sudah kau anggap sebagai keluarga, meski tidak sedarah.

Papah masih ingat dulu kalian sengaja pakai seragam putih saat datang ke acara syukuran rumahku?Kita tidak seagama, namun papah mengajak all stars untuk menjadi panitia syukuran rumah, hahahaha. Lucu sekali. Papaku yang sulit percaya orang lain itu sampai tidak bisa move on dari kalian. Setiap datang selalu bertanya mana temen-temenmu ce? Semua disebutkan satu per satu. Sayangnya saat ini kami sudah memiliki kesibukan masing-masing, pah. Sangat jarang bertemu. Tapi kami masih ingat sama papah, kok :’)

Oh, ya. Aku juga ingat dulu nyaris setiap minggu papah datang ke rumah lengkap dengan belanjaaan dari pasar handil berisi ikan seluang dan cabai untuk bikin sambal terasi. Sambal terenak keahlian papah. Terutama ketika kami lagi kere. Hahaha. Papah sangat mengerti anak-anaknya. Kegiatan makan bersama jadi kegiatan rutin kita para all stars. Saat sama-sama ga ada uang, kita beli nasi putih dan cari ayam krispi pinggir jalan dengan mengumpulkan uang seribuan. Lumayan untuk menyambung hidup sebelum gajian. Hahahaaha. Aku juga ingat betapa impulsifnya kita ketika baru gajian, tiba-tiba patungan untuk jalan-jalan ataupun hang out. Dari nobar sampai piknik. hahaha. Ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Peribahasa yang cocok untuk kita dulu.

Papah dulu sangat moody dan cranky. Sering ngambek sendiri baikan sendiri. Kami maklum. Meski kadang ikutan gondok. Kalau sudah begitu tidak ada satupun dari kami yang mau bersinggungan dengan papah, jahat yah. Hahahaha. Kadang kami bingung, lebih baik panggil mas Anang dengan sebutan papah atau mamah, riwehnya udah mirip emak-emak pokoknya. Hehehe. Banyak sekali kegiatan yang kita ciptakan bersama, sampai kita jadi icon di cabang. Kumpulan orang dari berbagai latar belakang dan berbagai prinsip berkumpul di All Stars. Ah, aku rindu.

Papah juga dulu orangnya jahil, menggunakan namaku untuk menaikkan pamor di kantor. Sebagai orang yang nama baiknya tercemar aku seharusnya mengajukan tuntutan, nih. Bikin pasaran turun saja. Mba Derith yang nanti jadi saksinya. Hahaha. Aku masih ingat taraf jahil tertinggi papah yaitu ngerjain ibu sendiri. Ibu siapa yang ga jantungan waktu dengar anaknya ngaku punya pacar orang etnis Tionghoa yang beda agama? Hahahaha. Jahat, ih. Papah seharusnya kalau bohong yang kira-kira, dong. Papah kan bukan tipeku. Aku juga ga mau kelesss. x)))

Namun dibalik sikap tegar, jahil, dan ceriwisnya papah, aku pernah melihat sisi lain papah yang jarang ditunjukkan ke orang lain. Sisi rapuh seorang Anang. Aku tidak menyangka bisa melihat papah menangis waktu akhirnya bercerita kepadaku tentang kepindahanmu ke Bandung. Terlalu berat sepertinya bagimu untuk terpisah dari kami. Aku tidak menyangka saat itu adalah pertama dan terakhir kalinya aku melihatmu menangis. Di hari perpisahanmu, kita benar-benar bersenang-senang. Makan bersama yang ternyata untuk terakhir kalinya. Foto bersama yang ternyata terakhir untuk selamanya.

Aku, Bang Ge, Oji, Mba In, Mba Der, Kak Dep dan yang lain benar-benar syok mendengar kabar itu. Papah bahkan tidak mengeluh apapun selama bersama kami. Semua terlalu tiba-tiba. Sore hari kami mendengar kabarmu sakit, malam hari kami mendengar papah sudah tiada. Saat itu, di tempat kami masing-masing, kami menangis dalam diam. Mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Mencoba menyadari bahwa kami tidak sedang bermimpi. Papah telah pergi.

Melalui surat ini aku hanya ingin mengenang kembali bahwa kami pernah memiliki sahabat seperti papah. Sahabat yang memiliki keunikannya sendiri. Sahabat yang memiliki ketulusan hati. Aku masih menyimpan jaket yang papah titip, btw. Aku pakai sebagai kenang-kenangan yah. We miss you, papah.






Dek Lia

All Stars in Action
 

Tempat Mengungkap yang Tak Terucap Template by Ipietoon Cute Blog Design