Kamis, 03 November 2016

Perihal Memaknai, Tentang Melepaskan

Have you ever feel disturbed by words in your head? It feels like those words playing around your mind and push you to write? Thats exactly what I feel right now. Bagian pertama dari judul tulisan ini sudah muncul di kepala nyaris sebulan terakhir, selalu berputar dan menampakkan diri di saat yang tidak terduga. Namun ketika saya coba tuangkan ke dalam tulisan, tidak ada ide yang muncul untuk ‘mengisi’ penggalan kalimat tersebut, terasa terlalu berat. Akhirnya judul ini menggantung di draft tulisan tanpa saya lihat lagi. Pun ketika saya mendapatkan penggalan kalimat kedua beberapa hari yang lalu, rasanya judul ini hanya akan menggiring saya ke untaian nasihat yang terlalu menggurui. Lebih baik dibiarkan saja tersembunyi di dalam draft. Namun tidak saat ini. Rasanya saya sudah tidak diijinkan menunda lagi.

pict from google
Akhir-akhir ini saya memiliki banyak waktu berdiam diri menatap langit (-langit) di malam hari (sulit tidur, red). Saya memutar kembali apa yang sudah terjadi dalam keseharian saya, baik-buruknya. Biasanya dimulai dengan pertanyaan ‘mengapa ini terjadi?’. Pertanyaan lain yang sering muncul adalah,  seberapa jauh saya memberi arti terhadap apa yang saya lakukan. Seberapa besar saya total terhadap dunia yang saya tekuni. Seberapa dalam saya memberi makna atas apa yang saya miliki. Sudahkah saya benar-benar melakukan yang terbaik yang saya mampu? Sudahkah saya benar- benar menghargai apa yang ‘dipinjamkan’ pada saya? Ya, saya menggunakan kata ‘pinjam’ untuk apa yang saya miliki, karena semua bersifat sementara. Sewaktu-waktu bisa saja hal tersebut harus saya ‘kembalikan’. Apapun itu.

Pikiran tentang hal di atas muncul kembali ketika saya menikmati sebuah film yang dibintangi aktor tampan dan menawan Benedict Cumberbatch yang berjudul Doctor Strange (yah, insight kadang datang dengan berbagai macam cara, kan?). Film ini memberi ‘pesan’ setidaknya pada saya bahwa segala sesuatu hanya bersifat sementara dan it's not always about you. Kekayaan, ketenaran, bahkan kemampuan pun hanya ‘dipinjamkan’ dan bisa saja diambil kapan saja. Mau atau tidak. Siap atau tidak. Kapan yang kita (rasa) miliki diambil? Apa yang diambil terlebih dahulu? Hanya Tuhan yang tahu. Lantas, apa yang harus dilakukan? Seperti pertanyaan yang berputar di kepala saya beberapa malam terakhir, sudahkah saya memaknai dengan tepat semuanya? Mungkin terlalu berat, bagaimana kalau diganti sudahkah saya berusaha memberi makna dengan tepat atas apa yang terjadi, apa yang dimiliki, dan apa yang dilalui? Bagaimana memaknai pekerjaan, memaknai hadirnya cinta, memaknai pedihnya ditinggalkan, memaknai rasanya berkecukupan ataupun kekurangan.

Saya pernah berdiskusi dengan seorang rekan, terkadang rutinitas membuat kita secara tidak sadar mengurangi makna terhadap keberadaan sekitar, mengurangi makna terhadap hal yang sudah terbiasa ada, dan menganggap itu adalah hal yang wajar. Kita jadi kurang menikmati yang terjadi, kurang bahagia menjalani hari, kita lupa memberi arti yang akhirnya menjadi ‘zombie’ (baca disini). Atau ada juga yang sebaliknya, keberhasilan yang menjadi rutinitas membuat seseorang menjadi arogan dan sombong karena terlalu ‘menghargai’ apa yang telah diraih, sehingga jadi lupa diri dan merasa hebat sendiri. Seolah semua yang terjadi karena usaha dan kerja keras diri yang pantas dipuji. Sehingga muncul kalimat di hati seperti: ‘Aku suci kalian penuh dosa’. Ketika hal tersebut (baik yang disepelekan ataupun dibanggakan) akhirnya menghilang, barulah kita tersadar bahwa yang kita acuhkan ternyata sangat berharga (baca disini) dan yang kita banggakan menjadi tidak ada gunanya (silakan nonton doctor Strange -bukan promosi, red).

Lalu, bagaimana jika sudah berusaha dengan sangat baik untuk memaknai dengan tepat, sudah total dalam melakukan semuanya, sudah memberi diri dengan sepenuh hati, namun masih gagal? Masih ditinggalkan? Dan masih dikecewakan? Well, disinilah mungkin kita sedang diajari tentang melepaskan. Sometimes, you have to accept something that you can’t fix (dr. Palmer –Doctor Strange). In life, loose something doesn’t mean that you loose your life too (masih dr. Palmer). Maybe sometimes you must say goodbye, for good. Ada masa dimana kita harus berjuang, ada masa dimana kita harus berserah (baca artikel serupa disini). Kalau pakai istilah ibu-ibu yang dijuluki the ancient one di doctor Strange (lagi) “surrender”. Ia mengajari Strange untuk melepaskan dan menerima, mungkin istilah lainnya: ikhlas. Anyway, it’s not about how long you in charge there, it’s about how big your impact when you in there. Kalimat ini berlaku untuk hal apapun dalam hidup kita. Bukan kuantitas yang dinilai, melainkan kualitas. Memaknai pekerjaan membuat kita lebih berkomitmen dalam memberi yang terbaik selama kita di posisi itu. Memaknai peran diri membuat kita bisa hidup lebih total dalam sehari-hari, lebih total mengasihi, lebih total menghargai, lebih total menikmati. Meskipun kita memiliki pilihan untuk menjalani hidup seperti apa, namun rasanya hidup terlalu indah untuk dilalui dengan biasa saja dan apa adanya. Usia kita terlalu berharga untuk dilewati dengan begitu-begitu saja. Memaknai hidup adalah langkah awal untuk menikmati hidup, cara kita untuk menghargai apa yang diberi, cara kita untuk menggunakan waktu yang hanya sementara. Sehingga, saat waktu kita sudah dianggap habis untuk hal tersebut, ketika kita mulai masuk ke pelajaran tentang melepaskan, kita tidak diliputi kecewa karena merasa tidak maksimal, pun kita tidak diliputi rasa frustasi yang berkepanjangan dan merugikan karena kehilangan hal yang rasa-rasanya kita miliki. Well, doctor Strange learn it in hard way, but his final reaction makes him has more power than before. There’s a new start in every end of something. Everything happens for reasons, right?

23.32 WIB
Let’s contemplate.



Disclaimer: I hope this post at least can makes the future me learn to not become arrogant, remind me to appreciate everything, or maybe make me feel better when  I read it in pain.
 

Tempat Mengungkap yang Tak Terucap Template by Ipietoon Cute Blog Design