Sebelumnya aku mengajukan
permohonan maaf jika ada isi dari pesan ini menyinggungmu, atau terkesan
menghakimimu. Sungguh tidak ada maksud sedikitpun untuk berlaku seperti itu.
Aku bukanlah penasihat bijak yang mampu memberimu saran maha tepat, juga bukan
hakim yang maha benar. Aku hanya seorang teman yang berusaha memberimu pesan
yang mungkin kurang penting untuk disimak.
Patah hati memang bukanlah hal
yang menyenangkan, aku tahu dan pernah merasakannya. Aku memahami bagaimana
reaksi kaget, marah, sedih, kecewa, dan terluka itu bercampur menjadi satu. Sakit
sekali memang, namun tidak ada luka hati yang tidak bisa sembuh. Hati itu
memiliki kemampuan meregenerasi dirinya sendiri. Hati mampu menyembuhkan
lukanya sendiri. Iya, hati kita sehebat itu. Jadi jika lukamu tidak kunjung
sembuh, mungkin kau bisa mencoba mengintrospeksi diri, jangan-jangan ada bagian
dari dirimu yang memang tidak menginginkan luka itu sembuh. Ibarat anak kecil
yang penasaran dengan luka di lengannya yang mulai mengering, lalu merobeknya
kembali hingga berdarah. Jika itu memang terjadi, aku ingin bertanya kepadamu,
sampai kapan? Sampai kapan kau menikmati sakit akibat perbuatanmu sendiri? Di
awal patah hati mungkin memang dia yang melukaimu, namun jika luka hatimu tak
kunjung sembuh, dia yang meninggalkanmu sudah tidak lagi bertanggung jawab atas
luka itu. Tidak ada yang bertanggung jawab atas luka hatimu selain dirimu
sendiri. Kau memiliki pilihan untuk mengobati lukamu atau sengaja membiarkannya
menjadi terinfeksi.
Patah hati memang bukanlah
kondisi yang mudah untuk dihadapi, apalagi jika kita sangat mengasihi orang
tersebut. Tidak ada yang salah dengan meratapi kepergian orang terkasih selama
kita tidak terlarut terlalu lama. Mengapa begitu? Entahlah, selama ini aku
percaya bahwa apa yang diijinkan Tuhan untuk terjadi padaku memiliki tujuan
yang baik. Apapun itu. Ada quotes
yang menurutku cukup relevan dengan hal ini: Tuhan mematahkan hatimu demi menyelamatkanmu dari orang yang salah.
Orang yang salah disini belum tentu orang itu jahat. Bisa jadi orang yang
kurang sepadan, atau orang dengan waktu yang salah, banyak kemungkinan. Satu yang
pasti, patah hati merupakan proses yang dilalui untuk menemukan yang tepat. Lantas,
jika kau hanya berkutat di kepatahhatianmu, kapan kau mulai melangkah untuk
proses selanjutnya? Time flies, Kawan. Waktu tidak akan menunggumu untuk siap. Waktu
akan terus berlalu sesuai ritmenya.
Patah hati sering dijadikan alasan
oleh seseorang untuk mengasihani dirinya sendiri. Patah hati juga tidak jarang
dijadikan ajang untuk menghakimi diri sendiri. Aku harusnya begini, kamu
seharusnya tidak begitu, kita bisa lebih baik jika mau berusaha, bla bla bla.
Sudahlah, Kawan, never stress the could haves. If it should have, it would have.
If
it belong to you, it’ll be yours. Tidak perlu kau mengasihani atau
menghukum dirimu begitu lama. Nikmatilah hidupmu yang bahagia. Banyak hal-hal
menyenangkan di sekitarmu yang bisa kau perhatikan. Keluarlah dari kurungan
harapan yang kau buat sendiri. Hidup kita memiliki tujuan yang jauh lebih
berharga daripada mengharapkan cinta seseorang yang telah pergi. Cari tujuan
hidup yang diberikan padamu. Hargai sisa waktu kehidupanmu. Ganti waktu yang
biasanya kau gunakan untuk meratap dengan mulai memperhatikan keluargamu. Live your life well, and in the end you’ll
smile because you realize how blessed you are.
Selamat mencoba move on dan selamat menemukan bahagia,
wahai kaum patah hati.
Dari temanmu, yang pernah ada di
posisi itu.
*ditulis untuk tantangan twitter #30HariMenulisSuratCinta
*ditulis untuk tantangan twitter #30HariMenulisSuratCinta