Rabu, 28 Desember 2016

Kisah Kala Kelana

Dari sekian banyak drama yang saya hadapi saat dalam perjalanan, kali ini saya ingin berbagi kisah saat saya mudik beberapa waktu lalu.

Cerita berawal dari sebuah perjalanan darat dari suatu kota menuju kota kecil tempat saya dilahirkan. Pada saat itu kisaran pukul 21.30 malam. Papa saya yang sudah menyetir dari arah sebaliknya untuk menjemput kami anak-anaknya mulai merasa lelah dan mengantuk. Akhirnya kakak ipar saya yang menggantikan beliau menyetir sementara beliau beristirahat. Saat ditanya mengenai arah jalan, papa hanya menjawab singkat, "lurus aja ikutin jalan", mungkin beliau sudah terlalu lelah. Seisi mobil yang memang sama-sama lelah karena aktivitas sejak pagi pun tertidur dengan lelapnya. Hanya kakak ipar dan kakak saya yang sudah minim pengetahuan tentang jalan menuju rumah yang terjaga.

Sekitar pukul 11 malam, terdengar dering hp yang cukup keras yang ternyata mobil satunya sedang menanyakan posisi kami, saat itu seisi mobil terbangun dan mulai sadar kalau ada yang salah. Kami tersesat. Mobil kami berjalan ke arah yang salah, dan sudah cukup jauh. Untuk mempercepat sampai tujuan, papa kembali mengambil alih menyetir mobil. Terjadi pembicaraan panjang mengenai kronologis tersesatnya kami. Ternyata di tengah jalan lurus tersebut ada persimpangan yang mengharuskan mobil kami belok ke kiri, sejatinya setelah belok ke kiri itu kami harus mencari belokan ke kanan. Namun karena hasil 'briefing' di awal tadi jalannya lurus saja, akhirnya kakak saya mengikuti saran tsb. Saya mengambil kesimpulan bahwa tersesatnya kami karena minimnya 'briefing' yang dilakukan sebelum 'serah terima' tugas. Alhasil kami baru tiba di rumah pukul 2 pagi. Dalam kondisi tsb kami menertawakan apa yang terjadi. 

Sepanjang jalan setelah itu, saya memikirkan bahwa sebenarnya hal ini sering terjadi dalam perjalanan kehidupan kita, dalam bentuk yang mungkin berbeda. Beberapa hal yang saya pelajari antara lain:

1. Saat itu mungkin kami masih bisa tertawa akibat 'kurang briefing' dan 'salah pilih' jalan. Efek yang kami dapatkan memang tidak berdampak besar selain tiba jadi lebih larut dan jalan yang ditempuh jadi lebih panjang. Namun bayangkan apa yang terjadi jika hal itu terjadi pada peristiwa yang lebih penting dan berdampak lebih besar? 'Briefing' yang jelas dan tepat sangat dibutuhkan. Kesalahan briefing di awal bisa menyebabkan kita/tim kita jadi 'tersesat' sehingga tujuan yang diinginkan bisa terlambat tercapai atau malah tidak tercapai sama sekali. Seberapa sering kita menganggap arahan tidak begitu penting, atau berpikir 'ga perlu dijelasin, nanti lama-lama ngerti sendiri', atau ' dia pasti bisalah, saya aja dulu belajar sendiri bisa kok', dan pikiran lain yang serupa? Tanpa kita sadari, keteledoran kita bisa membuat 'tersesat' menjadi sangat mungkin terjadi. Efeknya? Bisa jadi kita harus memperbaiki hal yang seharusnya tidak perlu rusak. Lebih lelah sudah pasti muncul, effort yang dibutuhkan untuk memperbaiki yang sudah terjadi menjadi lebih besar.

2. Dalam kehidupan selalu ada sisi positif dan negatif ujar seorang rekan. Malam itu dering hp terasa mengganggu tidur kami yang sudah kelelahan. Namun ternyata dering telepon itu ada hikmahnya. Mereka membuat kami terbangun dan sadar kalau sudah salah jalan. Begitu juga dalam keadaan sehari-hari. Terkadang kita menemui kejadian yang kita anggap 'buruk' dan membuat kita tidak nyaman. Kejadian yang terkesan mempersulit hidup kita yang sudah cukup berat rasanya. Tanpa kita sadari, hal-hal yang menjengkelkan tersebut ternyata terjadi untuk membuat kita belajar sesuatu, terhindar dari sesuatu, atau mendekatkan kita pada sesuatu yang baik. Seperti yang saya tulis dalam beberapa postingan sebelumnya, everything happen for reasons. Adakalanya sesuatu yang terlihat buruk sedang dipakai Tuhan untuk menyelamatkan kita dari jalan yang salah. kemampuan kita untuk berpikir positif dan mengambil hikmah dalam setiap kejadian (baik atau buruk) akan membuat kita lebih mensyukuri apa yang sudah kita lalui. Membuat kita kuat untuk menghadapi hal sulit yang sedang terjadi. Membuat kita lebih mampu menikmati hidup saat ini. Membuat kita memiliki harapan untuk menyongsong hari esok dengan lebih baik.

3. When there's a will, there's a way. Nyambung? Tidak juga. Tetapi hal ini juga terlintas dalam pikiran saya. Ketika kita sudah salah langkah, tidak berarti kehidupan kita berhenti begitu saja. Jika kita mau, tetap ada jalan untuk memperbaiki diri. Pilihan ada di tangan kita. Apakah kita mau meneruskan langkah kita yang salah, ataukah kita memilih untuk mencari jalan untuk kembali ke jalan yang benar. Selalu ada kesempatan memperbaiki diri selama kita diberi kesempatan untuk menghirup udara di dunia ini. Tidak selalu mudah, tidak selalu tanpa resiko, namun tidak berarti tidak mungkin. Jangan patah semangat dalam setiap usaha untuk kembali memperbaiki diri. Be better or be worse, that's your choice. Now or later, that's your choice.

Semoga perenungan singkat yang apa adanya ini bisa sedikit menggugah kesadaran kita di akhir tahun ini, untuk membuat sesuatu yang lebih baik di tahun yang baru nanti. Untuk mempersiapkan diri menghadapi kisah-kisah lain yang mungkin muncul saat berkelana di kehidupan.

By the way, ada yang ingin berkelana bersama? :p




Selasa, 13 Desember 2016

Bermimpi Kembali


Anda punya mimpi?
Kalimat di atas biasanya langsung kita asosiasikan pada tawaran awal untuk masuk ke sebuah komunitas MLM. Arahan untuk mencoba kembali mewujudkan mimpi yang kita miliki. Sebagian orang tertarik, sebagian lagi menanggapi dengan senyuman sinis atau tawa yang sekenanya. Seandainya pertanyaan tersebut kita tanya pada diri sendiri, apakah kita masih memiliki jawaban?

Rabu, 30 November 2016

Menari di Dalam Badai


Siang itu hujan badai membasahi nyaris seluruh kota. Awan gelap dan genangan air menyelimuti sepanjang perjalanan pulang saya dari istirahat makan siang. Obrolan saat itu pun akhirnya didominasi dengan kenangan masa kecil yang terasa sangat menyenangkan. Kami saling bertukar cerita tentang bagaimana semangatnya kami di waktu kecil ketika hujan turun dengan derasnya. Mulai mencari genangan air untuk dijadikan wahana permainan, duduk di bawah talang air untuk mendapatkan pancuran hujan agar seolah kami sedang bertapa di sebuah air terjun di pelosok bumi. Tidak ada keresahan akan sakit flu yang mungkin akan menyerang, atau ketakutan pakaian yang basah karena bermandikan air dari langit. Semua yang ada hanya tawa, kegembiraan, dan tarian suka cita bersama teman-teman sepermainan lainnya. Keadaan yang berbeda muncul ketika kami-kami yang dulu masih kecil kini telah menjadi dewasa. Hujan badai menjadi salah satu yang paling dihindari. Semua akan menjadi serba sulit, serba macet, dan serba terhambat. Keceriaan menyambut hujan sirna tergeser tugas dan tanggung jawab para pekerja.

Kamis, 03 November 2016

Perihal Memaknai, Tentang Melepaskan

Have you ever feel disturbed by words in your head? It feels like those words playing around your mind and push you to write? Thats exactly what I feel right now. Bagian pertama dari judul tulisan ini sudah muncul di kepala nyaris sebulan terakhir, selalu berputar dan menampakkan diri di saat yang tidak terduga. Namun ketika saya coba tuangkan ke dalam tulisan, tidak ada ide yang muncul untuk ‘mengisi’ penggalan kalimat tersebut, terasa terlalu berat. Akhirnya judul ini menggantung di draft tulisan tanpa saya lihat lagi. Pun ketika saya mendapatkan penggalan kalimat kedua beberapa hari yang lalu, rasanya judul ini hanya akan menggiring saya ke untaian nasihat yang terlalu menggurui. Lebih baik dibiarkan saja tersembunyi di dalam draft. Namun tidak saat ini. Rasanya saya sudah tidak diijinkan menunda lagi.

Minggu, 04 September 2016

Selasa, 30 Agustus 2016

Leader as Role Model

Dear All,

Dalam refreshment kali ini kita akan sharing mengenai leader as role model, dimana pimpinan merupakan contoh yang akan diikuti oleh setiap bawahannya. Sebelumnya berikut saya tampilkan mengenai perbedaan leader dan boss dalam bertindak ke karyawan sesuai tema yang diangkat sebagai pembuka sesi refreshment kali ini:

Dari gambar tersebut kita dapat melihat bahwa pimpinan yang baik adalah pimpinan yang memberi contoh ke bawahannya untuk dapat melakukan hal yang benar. Tidak hanya sebatas memerintah tanpa ada instruksi atau alasan yang jelas. Seperti tema refreshment kita kali ini, leader as role model. Sebagai pimpinan, kita harus bisa menjadi sesorang yang memberikan teladan dan berperilaku yang bisa di ikuti oleh orang lain. Kita akan sulit mengatur karyawan untuk tertib jika kita sendiri tidak bisa mencontohkan prilaku tertib itu seperti apa. Kita akan kesulitan membuat karyawan kita untuk bersemangat jika kita sendiri tidak bisa menyebarkan semangat. 

Berikut contoh-contoh sederhana yang bisa kita berikan ke karyawan untuk dapat ditiru:

1.      Masuk kantor tepat waktu
Peraturan di cabang masuk kantor maksimal pukul 08.15 WIB. Sebagai pimpinan yang baik, kita bisa mencontohkan ke karyawan untuk tidak terlambat masuk kantor dengan memiliki history absen yang bersih. Sehingga jika ada karyawan yang melanggar, kita dapat memberikan sanksi tegas sesuai SK karena kita sudah memberi contoh yang benar.



 

2.      Berpenampilan rapi dan profesional
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa, sudah sewajarnya kita memberikan yang terbaik dari segala sisi, termasuk dalam segi penampilan. Jika penampilan kita kurang rapi, akan sulit bagi kita untuk memerintah bawahan agar berpenampilan rapi dan sesuai. Penampilan kita menggambarkan siapa kita dan mempengaruhi nama perusahaan yang kita bawa. Sebagai pimpinan yang baik, ada bagusnya jika kita memberi contoh ke bawahan dengan berpenampilan rapi dan profesional sesuai peraturan perusahaan. Misalnya rambut tertata, tidak bau badan, dan selalu terlihat segar.

 3.      Memiliki semangat kerja tinggi
Tidak dipungkiri bahwa semangat pimpinan juga mempengaruhi semangat bawahannya. Jika di awal hari pimpinan telah tidak bersemangat, maka sedikit banyak semangat karyawanpun berkurang. Oleh karena itu, sebagai pimpinan yang baik, semangat adalah hal yang wajib ditunjukkan ke karyawan untuk meningkatkan motivasi kerja mereka. Orang yang bekerja dengan semangat akan menunjukkan hasil yang berbeda dengan orang yang bekerja tanpa semangat mencapai target. So, your spirit does matter. Semangat!


Sementara ini dulu yang dishare sebagai refreshment theme kali ini. Jika ada usulan atau saran untuk pembahasan selanjutnya bisa diinfokan ke saya. Sharing is caring. Salam produktif!


Regards,






Jambi, Pesona yang Masih Tersembunyi


Jumat, 12 Agustus 2016

Sulap Ala Nadia



Suatu siang saat istirahat, saya dan teman kantor memilih salah satu tempat makan untuk bersantap siang yang kebetulan milik orangtua dari salah satu murid SM saya. Anak itu bernama Nadia. Pada saat tiba disana, ternyata Nadia juga sedang disana. Kami saling sapa dan menanyakan kabar. Nadia ini usianya sekitar 8 tahun. Kelas 2 SD. Saat kami akan selesai makan, Nadia yang dari tadi sibuk berbisik-bisik dengan mamanya akhirnya memberanikan diri datang ke meja kami.

Selasa, 09 Agustus 2016

Zombie Phase



Saya sedang duduk sendirian di sebuah toko donat dengan agak bosan ketika melihat peristiwa yang menarik perhatian saya di hari Minggu yang lalu. Dari dalam toko saya tidak sengaja melihat ada seorang pria tampan di luar sana yang sedang berbicara via telepon. Dari kejauhan terlihat sekali gesturenya yang sedang meluapkan emosi dengan orang yang entah siapa di seberang telepon sana. Cukup lama saya mengamati kejadian tersebut, menghitung berapa kali orang itu mengangkat tangan dan berputar-putar sambil marah-marah. Saya membayangkan permasalahan apa yang dibahas sehingga amarahnya terlihat sejelas itu, mungkin perihal bisnisnya di luar kota yang tidak lancar, mungkin karena masalah keluarga yang cukup pelik, dan mungkin-mungkin lainnya. Satu hal yang pasti, ia sedang kehilangan alasan untuk berbahagia.

Jumat, 22 Juli 2016

Takaran yang Pas



“Lause, ini nempelnya gimana? Susah…”, “Lause, talinya ga bisa diikat”, “Lause aktivitas sama PR nya kok banyak banget?” “Lause… lause.. lauseee”

Kamis, 12 Mei 2016

How Many Times You Should Try?

Beberapa waktu ini saya sedang roadshow ke seluruh cabang cover saya untuk memberikan training mengenai Self Leadership. Sebelum membawakan materi biasanya saya membaca ulang agar dapat lebih memahami apa yang ingin saya sampaikan. Semakin saya membaca, semakin saya mendapatkan tambahan insight yang berbeda meskipun dengan tema yang sama. Saya anggap itu sebagai berkah untuk trainer.

Insight paling mengena yang saya dapati ketika saya masuk ke bagian how many times you should try? Di bagian ini peserta ditunjukkan sebuah slide dengan visualisasi jumlah kegagalan orang-orang terkenal sebelum mereka berhasil menciptakan sesuatu lengkap dengan ilustrasinya.  Saya suka menambahkan tokoh bernama Thomas Alva Edison di sela-sela menerangkan slide tersebut dengan asumsi peserta pasti mengetahui dengan pasti siapa beliau dan apa yang telah dia lalui untuk bisa berhasil menjadi penemu lampu pijar. Ada satu pertanyaan yang saya lontarkan ketika saya mengulas mengenai sosok ini: “Apa yang terjadi jika Thomas Alva Edison berhenti mencoba di percobaannya yang ke 999?” Rata-rata peserta di setiap cabang pasti akan menjawab: “jadi gelap bu sekarang”, “kita ga kenal lampu, bu”, atau jawaban lain yang sejenis. Saat itulah saya memanfaatkan momen hening sejenak dan berkata: Tidak. Kita akan tetap bisa menikmati lampu saat ini. Dunia tidak akan gelap. Lampu akan tetap ada, tetapi bukan nama Thomas Alva Edison yang kita kenal. Jika Thomas saat itu memilih menyerah, maka akan ada nama lain yang berjuang lebih keras dan muncul sebagai penemu lampu. Ketika dia menyerah, bukan kita yang tidak mendapat manfaat lampu, melainkan dia yang kehilangan kesempatan untuk dikenal dan dikenang.

Begitu juga dengan kita, saat kita memilih menyerah, maka akan selalu ada orang lain yang memiliki usaha lebih keras untuk mencapai tujuan kita. Saat kita memilih melepaskan kesempatan, akan selalu ada orang lain yang berusaha lebih giat untuk mendapatkan kesempatan tersebut. Saat kita mulai lengah dan tidak menghargai posisi kita saat ini, akan selalu ada orang yang siap menggantikan kita di posisi yang sama.  Saat itu, biasanya semua peserta terdiam, dan saya memanfaatkannya untuk melakukan ‘gerakan mercusuar’ menyapukan pandangan ke semua peserta.

Pilihan yang kita buat, akan mempengaruhi diri kita. Akan berdampak pada kehidupan kita sebelum berdampak pada sekitar. You can choose your choice freely, but you can’t choose the consequences. Pilihan dan konsekuensi bagaikan dua sisi mata uang. Satu paket dan tidak akan terpisahkan. Pilhan-pilihan yang kita buat akan memberikan dampak yang berbeda-beda. Ketika kita memilih menyerah, berarti kita memberikan kesempatan yang kita miliki ke orang lain. Ketika kita memilih untuk berusaha dengan lebih maksimal, berarti kita sedang memanfaatkan kesempatan yang kita dapatkan. Mencoba dengan lebih keras dan lebih cerdas juga termasuk pilihan, belajar untuk menjadi lebih baik atau tidak juga merupakan pilihan. Untuk berhasil, tiap orang memiliki pathnya masing-masing. Tergantung seberapa keras usaha dan seberapa banyak ia mau mencoba. Remember this: when you stop trying to reach something, there always someone else who try harder to get it. When you stop appreciate something, there always somebody else who will do it and take your position. 
So, how many times you should try?
pic via Google


Let’s contemplate...

Senin, 09 Mei 2016

Pelangi dan Matahari [ Teori Suka-suka ]

Biasanya hal-hal yang diabadikan itu adalah hal yang sementara. Bukan hal yang selalu ada.
Misalnya, orang akan lebih sering mengabadikan pelangi, sunset, sunrise, karena mereka muncul sementara, dan sebentar. Sangat jarang orang mengabadikan sinar mentari di kala siang karena sinar itu menerangi secara kontinyu. Selalu. Nah, karena hal-hal tersebut jarang, jadinya terasa spesial. Orang akan memberi perhatian penuh pada kehadirannya.
Berbeda dengan hal yang selalu ada. Kehadirannya yang selalu akan mengikis rasa spesial itu. Sehingga cenderung diabaikan. Mungkin itu penyebab beberapa orang lebih sering menemukan pelangi daripada mataharinya.

 Friskilia Ana Maria ( @friskil )
Disclaimer: tulisan ini saya repost dari http://joshualeonheart.blogspot.co.id/2013/08/biasanya-hal-hal-yang-diabadikan-itu.html?view=classic di tahun 2013 yang juga adalah hasil repost tulisan/ ungkapan 'ngasal' saya kala itu #repostception.
Ternyata benar, tulisan itu bisa membuat "abadi"

thanks, Jo, for reminding me with my own article.

Kamis, 17 Maret 2016

HIDUPKU DI TANGAN SIAPA?



Ini aku,
Manusia yang silau dengan hingar-bingar masa pencarian jati diri
Aku takut tersesat, aku penuh bimbang
Benakku menyimpan banyak tanya
Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku melangkah? Siapa yang aku ikuti?
Siapa yang menjamin bahagiaku?

Lalu aku disapa oleh cinta, cinta yang katanya membawa bahagia
Cinta yang membuat hidupku penuh warna ceria
Begitu indah sehingga tak kusadari aku memberikan diriku pada cinta yang salah
Cintaku berakhir dengan duka
Hatiku penuh luka.

Kembali aku bertanya, apa yang harus aku lakukan? Siapa yang harus aku ikuti?
“kemarilah!” ujar dunia maya, “ayo bergegas!” teriak kesenangan dunia.  “Kau bebas melakukan apapun disini”.  “kami punya banyak hal yang membuatmu lupa akan duka”
Aku mengikuti mereka, terlarut dalam imajinasi yang seakan nyata
Aku lupa akan duka, namun tak kusangka, dunia itu membuatku lupa akan realita.
Aku terhempas arus tanpa logika.
Bahagiaku semu. Hidupku kosong. Diriku malu.

Ini aku,
Menyesali masa laluku, menyerah akan hidupku, membiarkan gelap menyelimutiku.
Aku hilang.
Dalam sepiku aku kembali bertanya, apa yang harus aku lakukan? Siapa yang harus aku ikuti? Hidupku di tangan siapa?

Terdiam dalam sunyiku, membisu atas kesalahanku.
Hingga Dia menyentuhku.
Dia yang seharusnya aku sapa dalam setiap doaku
Dia yang aku sebut Tuhanku.
Dia memelukku, menyentuh relung hatiku
Dia yang berkata “ kembalilah anakKu, aku mengasihimu, dan tetap akan mengasihimu. Hidupmu di tanganKu, rancanganKu sungguh indah bagimu”

Ah, Tuhan, betapa besar kasihMu padaku yang rapuh ini.
Betapa setia Engkau padaku yang tegar tengkuk ini.
Ampuni aku Tuhan, ampuni salahku
Ini hidupku, kuserahkan padaMu
Biarlah aku tetap tinggal diam di dalamMu
Menikmati indah rencanaMu.
Mengikuti setiap bimbinganMu
Karena hidupku, ada di tanganMu.

Ini aku,
Manusia yang telah menjadi baru.
Bagaimana denganmu?

Fr-24012016

Save the date, come and join us!

Rabu, 16 Maret 2016

Revolusi Mental yang Mental

Peristiwa 1:
Sepasang ABG mengendarai motor tanpa mengenakan helm. Saat di persimpangan jalan, mereka tidak sabar menunggu perubahan lampu lalu lintas menjadi hijau, akhirnya mereka melanggar lampu merah sehingga menyebabkan kemacetan.

Peristiwa 2:
Sekelompok pemudi berseragam sedang makan di sebuah warung soto. Terdengar percakapan seperti ini:
A             : Eh, abis istirahat balik kantor ya? Absenin aku ya, lagi malas ngantor, ga jelas.
B             : Aku ga balik kantor, mau jahit kebaya,  si X yang mungkin balik kantor, minta absenin dia aja.

Peristiwa 3:
Bapak-bapak menyerobot antrian ATM, ketika diingatkan dengan sopan malah marah-marah dan bawa-bawa nasihat kalau orang tua yang harus dihormati.

Peristiwa 4:
Ibu-ibu bawa motor matic nyalip lewat kiri kemudian belok ke kanan dengan menyalakan lampu sein yang kiri.

Dulu ketika maraknya kampanye pemilihan presiden saya sangat menyukai gagasan yang dibawa oleh salah satu capres yang sekarang sudah jadi presiden. Revolusi mental namanya. Di benak saya sudah terbayang betapa indahnya jika pemerintahan dipenuhi manusia bijak penuh hikmat berhati malaikat. Saya mendukung penuh gerakan ini. Seiring berjalannya waktu, saya semakin menyadari, bahwa tidak hanya pejabat pemegang kekuasaan tinggi yang butuh direvolusi mentalnya, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat dari berbagai komponen.

Peristiwa-peristiwa yang membuka tulisan ini adalah segelintir contoh nyata bahwa masih sangat banyak orang yang mentalnya perlu direvolusi. Ketidaktaatan pada peraturan yang sederhana merupakan bentuk dari mental yang’sakit’. Banyak dari kita (mungkin termasuk saya) yang suka melanggar aturan yang berakibat merugikan orang lain. “Ah, sepele, kok, kan yang penting ga korupsi”  atau “ jarang-jarang kok buang sampah sembarangan, cuma bungkus permen ini” adalah contoh tipe kalimat yang secara tidak sadar sering kita jadikan pembenaran saat kita melenceng dari aturan yang ada. Seolah kesalahan orang lain yang lebih besar bisa membuat kita menjadi ‘tidak bersalah’. Padahal, salah tetap salah, meskipun orang lain kesalahannya lebih banyak, tidak akan membuat pelanggaran yang kita lakukan bisa dibenarkan.

Mengamati kondisi ini, saya jadi berpikir kembali, sudah sejauh mana progres revolusi mental ini terjadi? Apakah hanya pejabat dan presiden yang wajib direvolusi mentalnya? Sudah berapa banyak yang sadar bahwa perilaku kita juga harus diperbaiki? Saya jadi ragu, jangan-jangan orang-orang yang berteriak meminta pemerintahan bersih ternyata dalam kesehariannya juga sering buang sampah atau puntung rokok sembarangan. Jangan-jangan yang  sering mengkritik moral para pejabat adalah salah seorang yang suka melanggar lampu lalu lintas. Jangan-jangan kita hanya menganggap yang wajib memiliki mental ‘sehat’ itu hanya orang-orang tertentu atau wakil rakyat saja? Jika itu yang kita pikirkan, maka wajar saja gerakan revolusi mental ini menjadi mental.

Coba kita telaah kembali, berapa banyak dari kita yang masih suka berpikir “ah, entar ajalah dateng kesana, telat 5 menit gapapalah, paling acaranya molor setengah jam”, atau seberapa sering kita seperti pasangan ABG di atas, menerobos lampu merah karena merasa 1 menit kita sangat berharga? Berapa kali kita membatalkan janji tanpa konfirmasi karena merasa sudah akrab? Seberapa sering kita meminta maaf ketika melakukan kesalahan yang menurut kita ‘sepele’? disadari atau tidak, mental yang tertanam di budaya saat ini masih membenarkan yang biasa, bukan membiasakan yang benar. Karena banyak yang terlambat kalau mau mulai acara, dibuat spare waktu setengah jam antara jadwal tertulis dan jadwal ‘real’. Membenarkan yang biasa. Seharusnya yang dilakukan adalah sebaliknya. Membiasakan yang benar. Jika hal-hal yang kecil dan sederhana saja tidak bisa kita lakukan dengan setia, bagaimana kita bisa dipercayakan hal yang lebih besar? Semua dimulai dari membiasakan hal benar meski terkesan kecil. Membiasakan tepat waktu. Membiasakan tepat janji. Membiasakan tepat aturan. Tidak korupsi uang, tidak korupsi waktu, tidak korupsi kepercayaan. Mudah? Sama sekali tidak. Namun bukan berarti tidak mungkin. Pilihan ada di tangan kita, mau ikut dalam kaum yang bergerak merevolusi mental, atau mau termasuk dalam golongan yang revolusi mentalnya mental. Silahkan dipilih, silakan dimulai dari diri sendiri. Mulai dari hal kecil. Mulai dari sekarang.


Mari berkontemplasi.

Selasa, 01 Maret 2016

Indah pada waktuNya




... Semua akan menjadi indah pada waktunya,,,

Berapa banyak dari kita yang membayangkan sebuah ending yang bahagia saat mengatakan segala sesuatu akan jadi indah pada waktunya? Seolah indah hanya berada di bagian akhir dari sebuah kisah. Saya dulu juga begitu, ungkapan indah pada waktunya selalu saya gumamkan saat saya sedang mengalami persoalan berat atau sedang dirundung kesedihan. Sebuah kalimat yang sangat ampuh menghibur diri bahwa kesedihan ini akan berakhir, beban ini akan mampu dilewati, dan sebagainya. Saya mengharapkan akhir yang indah. Tidak ada yang salah akan hal ini. Hingga sebuah sharing dari seorang teman baik yang baru mengikuti sebuah seminar menyadarkan saya. Indah pada waktuNya memiliki makna yang jauh lebih dalam dari pada sebuah akhir yang indah. Indah pada waktunya tidak sekadar membahas hasil akhir. Indah pada waktunya tidak sekadar berkutat pada selesainya sebuah momen. Indah pada waktunya lebih indah dari itu. Indah pada waktuNya memiliki makna semuanya tepat pada waktunya, bukan cuma akhir yang bahagia tetapi juga proses yang kita lalui dengan tepat.  Ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari.

Teman saya bercerita bahwa hidup kita dibentuk oleh Tuhan secara keseluruhan. Tidak selalu datar, namun pasti setiap bagian ditentukan dengan tepat. Ibarat sebuah lagu yang indah, tidak semuanya bernada sama, ada not yang bermacam-macam dipadupadankan. Di dalam sebuah lagu ada banyak bar. Seperti hidup kita, ada tiap babak yang up and down. Namun akhir dari bar tersebut belum tentu merupakan akhir dari lagu. Akhir dari babak yang penuh kesedihan bukan berarti merupakan akhir dari kehidupan, ketika mengalami suka cita melimpah juga bukan berarti itu akhir kisah kita. Ada visi yang jauh lebih besar bagi kita untuk melanjutkan melodi hingga selesai. Saya ambil contoh lagu indah yang baru dipelajari di koor gereja yang berjudul “siapa menyalibkanNya -Who Crucified My Lord by Ralph R. Belcher” Lagu ini diawali dengan lembut dan sangat pelan di nada-nada rendah, kemudian di tengah lagu tiba-tiba semua nada berubah menjadi tinggi dan harus dinyanyikan dengan forte, keras, tegas dan lantang, di bagian akhir kembali dinyanyikan dengan sangat lembut dengan nada rendah. Secara keseluruhan lagu ini sangat indah. Namun apa yang terjadi jika yang dinyanyikan hanya sepotong di bagian forte atau piano saja? Lagu ini hanya akan menjadi untaian baris yang aneh dan tanggung. Up and down nada justru menjadikan lagu ini indah secara menyeluruh hingga not terakhir. Begitu juga dengan hidup kita, Tuhan yang jadi dwelling place kita. Tiap nada dalam kehidupan kita dibunyikannya dengan tepat pada waktuNya.

Sedih, senang, tawa, duka, susah, berjuang, lancar, dll tepat pada waktunya. Itu yang namanya bahagia. Seperti yang diungkapkan di atas, indah pada waktunya artinya semua tepat pada waktunya. Bukan cuma akhir bahagia saja, tetapi ketika kita sedih dan itu tepat pada waktunya, itu indah. Ketika kita bahagia di saat yang tepat, itu indah. Nada yang tinggi tidak akan indah jika tidak dibunyikan tepat pada waktunya, nada yang rendah tidak akan indah jika dibunyikan pada saat yang salah. Sukacita kita tidak menjadi hal yang indah jika hal yang menggembirakan datang disaat yang tidak tepat, bahagia kita tidak akan dikenang jika momen indah muncul di waktu yang salah. Hal inilah yang membuat kita menghargai proses kehidupan. Memaknai setiap apa yang terjadi sebagai kehendak Tuhan yang ingin menjadikan kita indah. Menghargai saat-saat duka, menikmati saat-saat suka. Menjalani segala sesuatu dengan tepat seturut kehendakNya, indah pada waktuNya.

Untuk segala sesuatu ada waktunya (Pkh 3: 1-11)
Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.
Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, 
ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;
ada waktu untuk membunuh, ada waktu untuk menyembuhkan; 
ada waktu untuk merombak, ada waktu untuk membangun;
ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; 
ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;
ada waktu untuk membuang batu, ada waktu untuk mengumpulkan batu; 
ada waktu untuk memeluk, ada waktu untuk menahan diri dari memeluk;
ada waktu untuk mencari, ada waktu untuk membiarkan rugi; 
ada waktu untuk menyimpan, ada waktu untuk membuang;
ada waktu untuk merobek, ada waktu untuk menjahit; 
ada waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;
ada waktu untuk mengasihi, ada waktu untuk membenci; 
ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai.
Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah?
Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya.
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.

A Time for Everything (Ecclesiastes 3:1-11, NIV)

There is a time for everything, and a season for every activity under the heavens:
    a time to be born and a time to die,
    a time to plant and a time to uproot,
    a time to kill and a time to heal,
    a time to tear down and a time to build,
    a time to weep and a time to laugh,
    a time to mourn and a time to dance,
    a time to scatter stones and a time to gather them,
    a time to embrace and a time to refrain from embracing,
    a time to search and a time to give up,
    a time to keep and a time to throw away,
    a time to tear and a time to mend,
    a time to be silent and a time to speak,
    a time to love and a time to hate,
    a time for war and a time for peace.
What do workers gain from their toil? 10 I have seen the burden God has laid on the human race. 11 He has made everything beautiful in its time. He has also set eternity in the human heart; yet[a] no one can fathom what God has done from beginning to end.

 

Tempat Mengungkap yang Tak Terucap Template by Ipietoon Cute Blog Design